Abstraksi
Pengangguran di Indonesia menjadi salah satu masalah serius yang dihadapi pemerintah karena pengangguran memiliki efek multiplier negatif terhadap perekonomian secara keseluruhan. Pengangguran terutama yang berada pada usia muda menjadi kendala dalam agenda pembangunan karena seharusnya pada usia tersebut sumber daya manusia dapat dioptimalkan secara lebih produktif. Keadaan angkatan kerja pada Agustus 2018 sejumlah 131,01 juta orang, dimana penduduk bekerja sebanyak 124,01 juta. Di sisi lain, masih terdapat 7 juta orang (5,34 persen) menganggur. Berdasarkan data BPS, lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan penyumbang terbesar tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia pada tahun 2018 yang mencapai 11,25 persen, tertinggi dibandingkan lulusan dari jenjang pendidikan lainnya. Secara umum, tingginya angka pengangguran lulusan SMK disebabkan oleh tidak seimbangnya daya serap industri dengan jumlah angkatan kerja lulusan SMK. Selain itu, kualitas SDM lulusan SMK masih sangat rendah. Padahal, terdapat sembilan sektor unggulan yang menjadi prioritas lulusan SMK yaitu: kemaritiman, agribisnis dan teknologi, kesehatan dan pekerja sosial, TIK, energi dan pertambangan, teknologi dan rekayasa, seni dan industri kreatif, pariwisata, serta bisnis dan manajemen. Dari kesembilan sektor tersebut, hanya bisnis dan manajemen yang memiliki defisit tenaga kerja lulusan SMK paling sedikit dibandingkan dengan sektor lainnya. Secara khusus, penyebab tingginya TPT lulusan SMK dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: infrastruktur masih kurang memadai dan terbatas serta tertinggal dari keadaan pasar yang berkembang dengan cepat menyebabkan keterampilan lulusan kurang kompeten. Selain itu, model kurikulum yang diajarkan cenderung normatif sehingga kurang relevan dengan kebutuhan industri. Seharusnya, kurikulum yang dipelajari mengedepankan pada praktikum sebagai salah satu upaya untuk menguatkan kompetensi dan keterampilan lulusan SMK. Masalah lainnya adalah keterbatasan tenaga pendidik/guru untuk SMK pada minat khusus non manajemen dan bisnis seperti TIK, otomotif, energi, kemaritiman, dan kesehatan. Upaya yang sudah dilakukan untuk mengatasi hal ini salah satunya adalah melatih jumlah guru/tenaga pendidik sesuai dengan program keahlian masing-masing guna meningkatkan kompetensi mengajar di sekolah. Pada tahun 2016, pemerintah sudah melatih 12.740 guru dan 10.366 guru program keahlian. Permasalahan mendasar ini harus segera diselesaikan apabila pemerintah ingin meningkatkan kualitas SDM lulusan SMK dan mengurangi gap lulusan SMK yang terserap dalam dunia industri. Revitalisasi SMK diperlukan mengingat Indonesia akan menghadapi bonus demografi dan liberalisasi perdagangan serta era industri 4.0. Pada tahun 2030-2040, Indonesia diprediksi akan mengalami era bonus demografi, dimana jumlah penduduk usia produktif (berusia 15-64 tahun) lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk usia tidak produktif (berusia di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun). Pada periode tersebut, penduduk usia produktif diprediksi mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk yang diproyeksikan sebesar 297 juta jiwa (BPS, 2018). Untuk mengatasi permasalahan yang kompleks mengenai penyerapan lulusan SMK, diperlukan kerjasama dari berbagai pihak dengan skema triple helix. Konsep triple helix mengacu pada serangkaian interaksi antara akademisi, industri dan pemerintah untuk mendorong perkembangan ekonomi dan sosial. Ketiganya secara bersama-sama menciptakan inovasi menggunakan pendekatan top-down dimana interaksi yang terjadi antar pihak tersebut akan menciptakan lembaga-lembaga baru ataupun kebijakan baru yang akan memudahkan proses yang akan dicapai bersama. Penerapan konsep triple helix pada penyerapan lulusan SMK secara garis besar nantinya akan membentuk irisan yang dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan revitalisasi SMK dengan tujuan meningkatkan penyerapan tenaga kerja SMK pada dunia industri. Peran pemerintah dapat dilakukan melalui manajemen dan pendanaan pendidikan perintis serta validasi kurikulum yang akan diterapkan di sekolah kejuruan serta peningkatan kualitas SDM guru. Selain itu, revitalisasi SMK (pengembangan program vokasi) ditujukan untuk peningkatan kualitas SDM agar memiliki keterampilan, jiwa kewirausahaan, wawasan yang luas serta mentalitas yang baik. Hal tersebut dapat dicapai dengan cara mereformasi lembaga pendidikan, mengembangkan berbagai standar kompetensi, membakukan model kerjasama sarana prasarana dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI), membakukan mekanisme pemagangan, dan meningkatkan pendanaan dan koordinasi. Pihak swasta berperan sebagai pencipta inovasi dibidang industri, penyedia dana pendukung pengembangan sekolah (CSR) sekaligus penyedia lapangan pekerjaan serta memberikan daftar keterampilan yang dibutuhkan oleh siswa SMK sesuai dengan bidang keahlian. Selanjutnya, universitas/akademisi dapat mengambil peran dalam mentransfer ilmu pengetahuan, melalui riset dan pengembangan inovasi yang berkaitan dengan teknologi maupun dunia kerja. Kisah sukses sinergisasi antara pemerintah, industri dan universitas melalui konsep triple helix dapat ditemui di SMK Raden Umar Said di Kudus, sekolah binaan Djarum Foundation yang menerapkan kurikulum given driven dengan kebutuhan industri animasi. Konsep pembelajaran yang ditawarkan adalah berbasis industri dengan menekankan pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan pasar, pembentukan karakter kewirausahaan, dan keterlibatan DUDI sebagai mitra usaha. Selain itu, fasilitas yang disediakan juga telah berstandar internasional. Hal ini tidak terlepas dari campur tangan DUDI Bakti Pendidikan Djarum Foundation yang mendukung kreativitas anak-anak SMK di daerah. Sejalan dengan program pemerintah yang ingin meningkatkan kualitas pendidikan kejuruan, SMK Raden Umar Said Kudus mendapatkan dukungan baik dari pemerintah dan DUDI untuk melakukan revitalisasi di berbagai bidang. Beberapa kerjasama pembuatan film animasi dalam dan luar negeri telah dilakukan diantaranya adalah Counting with Paula (Singapura), Banda The Dark Trail (Indonesia), dan film pendek animasi Pasoa & Sang Pemberani yang diadopsi dari nilai-nilai kebudayaan Indonesia karya siswa SMK Raden Umar Said. End to end dari program revitalisasi SMK dengan menerapkan konsep triple helix adalah peningkatan kualitas SDM serta lulusan yang nantinya dapat diproyeksikan dan langsung terserap di perusahaan yang menjalin kerjasama atau secara mandiri membuat usaha sesuai dengan program keahlian masing-masing. Cerita sukses lainnya berasal dari SUPM Kotaagung dan SMK Kebangsaan di Lampung yang sudah menerapkan konsep triple helix dimana lulusan dapat langsung bekerja di sektor maritim (perkapalan) dan dirgantara atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Keduanya bekerjasama dengan industri untuk menyalurkan lulusan SMK dengan mengajarkan materi yang disesuaikan dengan kebutuhan industri. Penerapan konsep triple helix memberikan dampak yang lebih efektif dalam meningkatkan penyerapan tenaga kerja lulusan SMK karena sinergi antara ketiga sektor (pemerintah, swasta dan universitas) tersebut menciptakan kesatuan sistem yang lebih terintegrasi. Dukungan masing-masing sektor dapat memberikan solusi jangka menengah dan panjang dalam mengatasi pengangguran usia muda di Indonesia. Melalui pengoptimalan konsep triple helix diharapkan lulusan SMK di Indonesia dapat terserap dengan baik di dunia industri.