Abstraksi
UUD 1945 menjamin hak semua warga negara atas kemerdekaan, kesempatan yang sama dan perlindungan dari segala bentuk diskriminasi, termasuk perlindungan khusus kepada kelompok rentan. Indonesia telah menegaskan komitmennya bagi penerapan prinsip-prinsip ini dalam pekerjaan melalui ratifikasi beberapa Konvensi International Labour Organisation (ILO) tentang upah dan non-diskriminasi di tempat kerja. Sub-tema: • Pendekatan untuk memperluas akses ke kegiatan ekonomi produktif dan pengembangan keterampilan bagi kelompok rentan; • Kebijakan untuk mengurangi hambatan terhadap pekerjaan yang layak bagi kelompok rentan; • Pendekatan untuk meningkatkan kesadaran di antara pemberi kerja untuk menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan peluang kerja yang setara; • Pendekatan untuk meningkatkan kolaborasi antara pemberi kerja, pegawai dan serikat pekerja untuk membangun kapasitas mereka dalam menerapkan prinsip-prinsip kesetaraan dan nondiskriminasi di tempat kerja; • Bagaimana meningkatkan penegakan dan akses pada perlindungan hukum melawan diskriminasi di tempat kerja; • Praktik-praktik cerdas dari negara lain yang dapat diadaptasi pada konteks Indonesia. Latar belakang masalah Indonesia memiliki peluang untuk mendorong percepatan pembangunan dengan memanfaatkan bonus demografi berupa persentase populasi usia muda dan produktif. Pada sector manufaktur, khususnya garmen, Indonesia berada di antara empat negara yang diperkirakan mewakili perubahan geografis yang cukup besar dalam ekspor garmen. Dalam hal ini jumlah tenaga kerja perempuan yang di sector garmen adalah 83% dari total jumlah tenaga kerja yang terserap dalam industry garmen. Tingginya serapan angkatan kerja, khususnya perempuan di sektor garmen tidak berbanding lurus terhadap kesejahteraan fisik pekerja di sektor ini. Masalah kesehatan dan keselamatan kerja tetap menjadi tantangan serius dan tidak mendapat perhatian yang memadai dari pengusaha. Di antara keluhan yang sering dilaporkan oleh pekerja adalah kelelahan kronis akibat jam kerja yang panjang. Selain itu sebagian besar pabrik garmen gagal menyediakan fasilitas dan dukungan yang memadai untuk kesehatan reproduksi wanita dan kebutuhan membesarkan anak, dan banyak wanita berjuang untuk mendapatkan akses ke cuti hamil. Pelecehan seksual juga merupakan masalah yang signifikan, dengan sebanyak 85,2% pekerja melaporkan masalah ini kepada Betterwork Indonesia. Beban ganda rumah dan pekerjaan juga memainkan peran penting dalam kesehatan dan kesejahteraan pekerja pabrik perempuan. Pekerja perempuan seringkali juga berperan sebagai istri, menantu perempuan, dan ibu. Mereka diharapkan memainkan semua peran ini secara bersamaan dan sama baiknya. Para pekerja perempuan yang rata-rata memiliki latar belakang pendidikan rendah dan modal sosial yang terbatas, harus berjuang untuk memenuhi harapan berbagai peran ini. Selain itu para pekerja perempuan sering tinggal di komunitas yang terpinggirkan dengan fasilitas yang kurang memadai. Ini memberikan tekanan ekonomi dan fisik pada kemampuan perempuan untuk mengakses layanan dan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kondisi kehidupan mereka. Jam pabrik yang panjang juga mempengaruhi kemampuan pekerja untuk menuntut layanan berkualitas dari penyedia layanan. Upah yang buruk sangat menghambat kapasitas pekerja untuk menjalani kehidupan yang bermartabat di kota-kota di mana biaya hidup tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan. Peningkatan kapasitas perempuan pekerja melalui platform kelompok dukungan (self-help/EKATA) Pekerja perempuan sendiri perlu memainkan peran sentral dalam meningkatkan kesejahteraan mereka di masyarakat dan pabrik. Dalam hal ini perlu upaya untuk meningkatkan kapasitas kelompok pekerja perempuan untuk dapat mengidentifikasi kebutuhan mereka sebagai peserta aktif dalam upaya meningkatkan kesejahteraan mereka. CARE sebagai sebuah organisasi dengan pengalaman implementasi program peningkatan kapasitas perempuan melihat bahwa melalui pengembangan jaringan kelompok dukungan (peer-to-peer support) dan solidaritas sosial di antara pekerja perempuan yang tinggal dan bekerja di bidang yang sama memungkinkan mereka untuk berbagi, merefleksikan, mengevaluasi dan memahami masalah mereka sendiri dan mengambil langkah-langkah untuk mengatasinya. Dalam hal ini CARE telah menginisiasi pengembangan kapasitas pekerja perempuan melalui pembentukan kelompok dukungan yang disebut dengan EKATA (Empowerment, Knowledge and Transformative Action-- Pemberdayaan, Pengetahuan dan Aksi Transformatif) yang dilakukan melalui program Peningkatan Martabat, Kesehatan dan Kepemimpinan Pekerja (Worker’s Dignity, Health and Leadership) di 3 negara dengan jumlah pekerja perempuan di sector garmen yang dominan: Bangladesh, Indonesia dan Vietnam. Dalam hal ini EKATA adalah kelompok solidaritas (self-help group) pekerja perempuan di pabrik, yang dibentuk di komunitas tempat mereka tinggal. Kelompok EKATA merupakan forum bagi perempuan pekerja untuk berjejaring dengan teman sebaya mereka, berbagi pengalaman umum, mengevaluasi dan memahami masalah yang mereka hadapi, dan bekerja bersama untuk mengatasinya. Ini adalah bagian penting dari pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan. Selain forum untuk berbagi pengalaman, EKATA adalah forum bagi pekerja perempuan untuk meningkatkan kapasitas pengetahuan (soft skill) yang ditujukan untuk meningkatkan kepercayaan diri dan pengembangan kapasitas kepemimpinan perempuan melalui kegiatan pelatihan dan diskusi topik yang relevan bagi perempuan, yaitu kesehatan dan kebersihan pribadi, nutrisi, dukungan psiko-sosial dan kesehatan mental, literasi keuangan, hak-hak hukum dan gender, kepemimpinan, komunikasi dan penyelesaian masalah. Selain pelatihan, kelompok EKATA juga dirancang untuk dapat memfasilitas anggotanya untuk: 1. Akses ke layanan sosial. CARE mendukung kelompok EKATA untuk menghubungkan anggotanya dengan penyedia layanan pemerintah dan masyarakat sipil, termasuk layanan kesehatan, dukungan kesehatan mental, dan penyedia bantuan hukum. 2. Pusat sumber informasi untuk pekerja lain. Pimpinan kelompok EKATA sering kali merupakan titik kontak pertama bagi pekerja lain tentang cara menangani masalah umum di tempat kerja dan masyarakat. Grup EKATA mendukung pekerja itu sendiri atau menghubungkannya dengan penyedia layanan yang diperlukan. Dampak dari pendekatan ini jauh lebih signifikan sekedar kegiatan pelatihan keterampilan, karena kelompok mampu mencapai perubahan yang lebih besar daripada yang dapat dilakukan individu dan perbaikan yang mereka lakukan berdampak pada pekerja lain di pabrik dan komunitas mereka. Melalui pendekatan penguatan kelompok dukungan ini, CARE memfasilitasi para pekerja perempuan untuk menetapkan agenda peningkatan kesejahteraan, berdasarkan kebutuhan yang mereka identifikasi bersama. Pendekatan ini menempatkan kelompok pekerja perempuan sebagai subyek yang aktif dalam menentukan dan menyuarakan kepentingan mereka di lingkungan kerja (pabrik) maupun lingkungan masyarakat secara luas dalam rangka pembukaan akses seluas-luasnya bagi peningkatan kesejahteraan perempuan. Melalui makalah ini CARE menekankan bahwa peningkatan kesejahteraan tidak muncul secara otomatis dalam hubungan industrial antara pekerja dan manajemen serta dalam hubungan antara individu dan masyarakat dan pemerintah. Terciptanya lingkungan kerja yang inklusif dan non diskriminatif serta peluang kerja yang setara sebagaimana diharapkan dalam topik ini membutuhkan upaya tambahan untuk meningkatkan kapasitas perempuan pekerja untuk dapat melakukan negosiasi terkait upaya perbaikan kesejahteraan di lingkungan kerja maupun komunitas. Dalam hal ini pemerintah dapat memberikan dukungan untuk melakukan pengarusutamaan (mainstreaming) upaya yang telah dilakukan oleh CARE dalam usaha memfasilitasi pembentukan platform bersama bagi perempuan pekerja untuk berbagi keahlian untuk dapat mengidentifikasi kebutuhan dan melakukan negosiasi dengan penyedia layanan yang relevan.