• Rizky Januar Haryanto
    Rizky Januar Haryanto
    Senang membahas isu-isu kebijakan dan pendekatan analitis untuk pembuatan keputusan. Saat ini bekerja sebagai peneliti tata kelola dan tata guna lahan di Indonesia.
Papers

Strategi pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Gambut

2019

Abstraksi

Ekosistem gambut merupakan salah satu ekosistem penting dalam sektor kelola lahan. Selain berpotensi sebagai sumber penghidupan, ekosistem gambut juga penting untuk mitigasi perubahan iklim, karena kaya akan cadangan karbon. Sebagai negara berlahan gambut keempat terluas di dunia, Indonesia berpeluang memanfaatkan gambut sebagai sarana revitalisasi ekonomi daerah; dengan memperhatikan kaidah pengelolaan berkelanjutan yang ramah lingkungan. Revitalisasi ekonomi daerah adalah isu sentral seiring dengan bonus demografi Indonesia, khususnya rasio ketergantungan penduduk provinsi-provinsi Indonesia yang mencapai nilai optimal pasca 2010. Jika fenomena ini disia-siakan, Indonesia berpotensi kehilangan kesempatan memaksimalkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Dikaitkan dengan estimasi sebaran lahan gambut di 8 provinsi Indonesia, 4 provinsi (Papua, Papua Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan) telah mencapai nilai rasio ketergantungan penduduk optimal dalam rentang tahun 2010-2018; dan sisanya (Jambi, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat) diperkirakan pada tahun 2022-2025. Mempertimbangkan kondisi tersebut, diperlukan percepatan revitalisasi mata pencaharian masyarakat, salah satunya berbasis lahan gambut. Menindaklanjuti Peraturan Pemerintah (PP) nomor 71 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, Badan Restorasi Gambut (BRG) mengembangkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gambut di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Inisiatif ini berpotensi dikembangkan di tujuh provinsi prioritas kegiatan restorasi gambut. Kawasan Ekonomi Khusus adalah penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi, dan berfungsi untuk menampung kegiatan bernilai ekonomi tinggi dan dikelola secara berkelanjutan. Pengembangan KEK biasanya hanya berfokus pada strategi kolaborasi bisnis. Maka, penelitian ini bertujuan untuk mempertajam strategi pengembangan KEK yang komprehensif berbasis ekosistem gambut. Metodologi yang digunakan adalah kombinasi dari studi literatur, review dokumen, wawancara, dan observasi lapangan. Wawancara dilakukan dengan sejumlah ahli restorasi gambut, warga desa yang tinggal di lahan gambut, dan pihak pemerintah, di Sumatera Selatan. Sementara, observasi dilakukan pada sejumlah kegiatan dan rapat tim restorasi gambut, serta peninjauan langsung ke lokasi lahan gambut yang direstorasi. --- Temuan kami mengarah pada 5 tahapan strategi yang diadaptasi dari manajemen kawasan ekosistem pesisir (Nobre dan Ferreira, 2009). Tahapan tersebut terdiri dari: 1. Identifikasi potensi komoditas 2. Pemetaan potensi pasar 3. Natural capital accounting 4. Inovasi sosial 5. Pemberdayaan masyarakat Kelimanya dapat dijelaskan sebagai berikut. Tahap pertama adalah identifikasi komoditas yang ada di kawasan gambut setempat berdasarkan pemetaan biofisik dan spasial kawasan, serta penggalian informasi potensi kawasan dari masyarakat. Tidak hanya potensi pertanian, potensi budidaya perikanan lokal di kawasan rawa gambut setempat juga dapat diidentifikasi. Di lokasi-lokasi prioritas restorasi gambut, Rencana Tindak Tahunan Restorasi Gambut telah mengidentifikasi potensi kawasan gambut setempat, kalender musim bisa digunakan untuk mengindentifikasi periode waktu tanam dan panen setiap komoditas. Tahap kedua adalah analisis potensi pasar dari komoditas dan budidaya terkait. Potensi ini diobservasi antara lain dari kajian kesediaan membayar (willingness-to-pay) konsumen serta rantai nilai komoditas dari produsen hingga konsumen akhir. Komoditas sagu di Jambi dan Sumatera Selatan serta komoditas jelutung di Jambi dan Kalimantan Tengah adalah dua contoh komoditas ramah gambut dengan potensi ekonomi tinggi karena dapat dimanfaatkan getah dan kayunya. Di Sumatera Selatan, budidaya perikanan lokal memiliki pasar potensial karena banyak kuliner lokal yang berbahan baku ikan. Tahap ketiga, untuk memastikan dampak ekonomi dari komoditas-komoditas tersebut dan hubungannya terhadap jasa lingkungan (produksi, konservasi, dan sosial-budaya), metode natural capital accounting (NCA) dapat digunakan. Metode ini meliputi analisis trade-off jasa ekosistem serta analisis data vegetasi biomassa, ketinggian muka air serta titik kebakaran lahan gambut. Dengan penggunaan NCA, diharapkan bahwa komoditas yang dikembangkan di kawasan gambut adalah komoditas yang optimal dari segi pertumbuhan ekonomi masyarakat dan kelestarian lingkungan. Hasil perhitungan NCA lalu ditindaklanjuti untuk mendukung analisis kebijakan terkait tahapan strategis keempat, yakni inovasi sosial yang meliputi penyusunan rencana kerja dan model bisnis kawasan. Penyusunan rencana ini berbasis pada komoditas terpilih. Hal ini perlu memperhatikan aspek-aspek bisnis dan tata kelola kelembagaan. Terkait bisnis, pengembangan berbasis diversifikasi yang mencakup integrasi komoditas dapat menjadi relevan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Di Kabupaten Banyuasin, Badan Restorasi Gambut (BRG) mengembangkan integrasi pertanian dan perikanan pada KEK gambut setempat. Pengelolaan ini perlu memperhatikan kaidah praktik paludikultur untuk menjaga keberlanjutan dalam pengelolaan lahan gambut. Spesifik mengenai tata kelola kelembagaan, pengembangan model bisnis harus diintegrasikan dengan sistem tata kelola yang tepat. Ini setidaknya mencakup dua hal pokok. Pertama, adanya skema insentif pengembangan potensi kawasan berbasis fiskal dan non-fiskal. Kedua, skema monitoring and evaluasi yang partisipatif dan terpadu agar memastikan pengelolaan ekonomi gambut produktif dan berkelanjutan. Tahap kelima, adalah penguatan kelembagaan masyarakat pengelola KEK. Ini terdiri dari dua hal: pelibatan aktif masyarakat untuk mengelola dan melindungi ekosistem gambut, serta pemberdayaan kelompok tani dan nelayan serta koperasi masyarakat. Terkait pelibatan masyarakat, saat ini BRG telah membentuk Kawasan Perdesaan menggunakan pendekatan lokakarya program Desa Peduli Gambut (DPG). Lokakarya tersebut menghimpun partisipasi masyarakat di kelompok desa yang berdekatan, dengan tujuan meningkatkan kapasitas teknis masyarakat serta berbagi praktik baik dalam meningkatkan pendapatan, mata pencaharian, dan pencegahan kebakaran gambut desa. Dalam konteks perekonomian, kegiatan lokakarya mesti difokuskan pada jenis keterampilan yang spesifik dibutuhkan sesuai dengan tantangan dan potensi pasar komoditas setempat. Terakhir, kerjasama dengan LSM juga dibutuhkan untuk keberlanjutan pendampingan ke masyarakat. Adanya contoh sukses pengelolaan DPG dapat dijadikan referensi pengembangan tata kelola gambut yang berkelanjutan di skala desa dan regional. --- Pada akhirnya, stimulasi penguatan ekonomi masyarakat berbasis Kawasan Ekonomi Khusus Gambut membutuhkan pendekatan yang terintegrasi. Hal ini membutuhkan dukungan semua pihak, terutama untuk menguatkan permintaan pasar terhadap komoditas ramah gambut. Pertama, pemerintah harus memberi dukungan terhadap penelitian dan inisiatif untuk mengidentifikasi rantai-rantai nilai baru komoditas yang meliputi skala regional, nasional bahkan internasional; contohnya, komoditas jelutung yang telah diekspor ke Singapura dan Jepang. Hal ini perlu didukung oleh kebijakan yang memfasilitasi keterbukaan ekonomi makro dan perdagangan antar wilayah di Indonesia. Selanjutnya, insentif fiskal dan non-fiskal juga harus disiapkan. Sektor fiskal utamanya mencakup insentif perpajakan serta alokasi dana khusus untuk pengelolaan gambut berkelanjutan. Efektivitas kebijakan fiskal perlu didukung dengan skema monitoring dan evaluasi lintas stakeholder. Sedangkan sektor non-fiskal mencakup kemudahan pelayanan pada masyarakat terkait pemberian kredit pengembangan komoditas dan kepastian izin kelola lahan. Terakhir, diperlukan implementasi strategi pemberdayaan dan pendekatan ke masyarakat agar terus-menerus mengembangkan kapasitas teknis pengelolaan kawasan. Implementasi strategi ini misalnya melalui integrasi materi paludikultur ke dalam sekolah tani, yang dapat kemudian dikaitkan dengan pengembangan regional percontohan sebagai model pengelolaan lahan yang dapat mengoptimalkan penghasilan dan mata pencaharian warga. Strategi pemberdayaan juga harus diintegrasikan dengan pendidikan pada masyarakat tentang pentingnya mengelola kelestarian gambut, sehingga masyarakat benar-benar memahami pentingnya pengelolaan gambut berkelanjutan.

Komentar
--> -->