• Arif Darmawan
    Arif Darmawan
    Magister Ekonomi Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi dari Universitas Marmara, Istanbul-Turki dengan beasiswa penuh dari Pemerintah Turki. Pengalaman kerja di Departemen Penelitian dan Pengembangan Bisnis di Jaringan Pengembangan Timur Tengah (MDN) di Istanbul dan Konsultan di Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) untuk mengembangkan Indeks Pertumbuhan Ekonomi Inklusif di tingkat Nasional dan Provinsi. Kepribadian yang inovatif, berkomitmen, dan cepat belajar dengan sikap / kepribadian dan komunikasi yang baik. Kefasihan berbahasa Inggris, Turki, dan Indonesia.
Papers

Upaya Pemberdayaan Perempuan Penenun Sulam Tapis melalui Kewirausahaan Sosial di Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung

2019

Abstraksi

Kabupaten Tanggamus merupakan salah satu Kabupaten di propinsi Lampung hasil pemekaran dari Kabupaten Lampung Selatan. Kabupaten Tanggamus sendiri merupakan kabupaten dengan jumlah penduduk terbanyak keenam se-Provinsi Lampung dengan jumlah penduduk sebesar 586.624 jiwa pada tahun 2017 (BPS, 2018). Dengan jumlah penduduk yang besar, potensi yang dimiliki Tanggamus sangat besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui penciptaan lapangan pekerjaan yang lebih inklusif. Sayangnya, tingkat kesejahteraan di Kabupaten Tanggamus masih berada di bawah rata-rata nasional tercermin dari persentase penduduk miskin yang mencapai 12,48 persen pada tahun 2018 lebih tinggi dibandingkan nasional sebesar 9,66 persen (BPS, 2018). Selain itu, indeks pembangunan manusia sebagai tolak ukur masyarakat dalam mengakses hasil-hasil pembangunan di Kabupaten Tanggamus hanya mencapai 66,94 (kategori sedang). Kondisi ini disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM, ketimpangan akses pekerjaan antara perempuan dan laki-laki serta peluang kerja yang tidak inklusif. Rendahnya kualitas SDM tercermin dari angka melek huruf perempuan yang rendah sebesar 95,46 persen. Hal ini tidak terlepas dari adanya budaya masyarakat di masa lampau yang masih membedakan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan antara laki-laki dengan perempuan selain akibat keterbatasan rumah tangga untuk dapat menyekolahkan seluruh anak-anaknya. Selain itu, faktor sosial kependudukan juga berpengaruh dalam rendahnya angka melek huruf dimana banyak perempuan usia 19-24 tahun yang menikah muda dimana persentasenya mencapai 51,15 persen (BPS, 2018). Akibatnya, Tingkat Partispasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan di Kabupaten Tanggamus cenderung rendah dan ketimpangan upah antara perempuan dan laki-laki di Kabupaten Tanggamus cenderung meningkat setiap tahunnya. Tercatat, 31 persen perempuan di Kabupaten Tanggamus menganggur dan 65,30 persen bekerja di sektor informal. Masalah ketenagakerjaan menjadi masalah strategis dan menjadi isu prioritas utama dalam agenda pembangunan mengingat tenaga kerja merupakan modal utama dalam menggerakkan pembangunan daerah. Selain itu, penciptaan lapangan pekerjaan yang inklusif merupakan salah satu upaya menurunkan angka kemiskinan (bagian dari triple track strategy, yaitu projob). Permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia lebih banyak dikaitkan dengan produktivitas tenaga kerja yang rendah dan bukan pada masalah pengangguran terbuka. Rendahnya produktivitas kerja ini berkaitan dengan pendidikan yang rendah dan berakibat pada rendahnya upah yang diterima. Dengan upah yang rendah, kesejahteraan akan menjadi lebih rendah dan akan menimbulkan masalah kemiskinan. Strategi mengurangi angka kemiskinan dapat dilakukan dengan meningkatkan partisipasi perempuan dalam program kewirausahaan sosial agar kesejahteraan masyarakat dapat terwujud. Pemberdayaan perempuan dapat menggunakan pendekatan yang mengupayakan pada proses pendidikan, penyadaran dan pendampingan agar perempuan dapat menggunakan dan memiliki akses terhadap sumberdaya/kearifan lokal. Pemberdayaan perempuan di Kabupaten Tanggamus dengan pendekatan kewirausahaan sosial bisa dilakukan guna mengoptimalkan upaya perempuan untuk dapat secara aktif mampu berpartisipasi mengentaskan kemiskinan dengan kreativitas dan inovasi yang dilakukan. Elemen penting dalam kewirausahaan sosial mengacu pada aktivitas yang diinisiasi dan dilakukan oleh masyarakat dengan tingkat pengambilan keputusan tidak didasarkan pada kepemilikan modal, serta tujuan dan target yang jelas guna bermanfaat bagi masyarakat. Kesuksesan kewirausahaan sosial sendiri bukan hanya dihitung dari jumlah profit yang dihasilkan, namun juga pada nilai-nilai sosial (social value) yang dihasilkan. Pemahaman ini menciptakan sebuah paradigma baru bahwa kewirausahaan sosial menggabungkan kewirausahaan, inovasi dan pendekatan pasar untuk mencipatkan nilai/manfaat sosial dan perubahan pada nilai produk yang dihasilkan. Dalam prakteknya, kewirausahaan sosial dapat diterapkan dalam seluruh segmen kewirausahaan berbasis pemberdayaan masyarakat lokal. Salah satunya adalah pemberdayaan perempuan penenun sulam tapis di Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung. Dalam era globalisasi sekarang ini, kain tapis merupakan salah satu budaya Lampung yang berkembang pesat dan menghasilkan berbagai macam kerajinan tangan yang dapat membantu kebutuhan hidup sebagian masyarakat Lampung. Kerajinan kain tapis Lampung juga merupakan salah satu pendapatan yang dapat dijadikan acuan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat di provinsi Lampung. Saat ini, tenun banyak dipromosikan oleh kalangan masyarakat menengah ke atas melalui sosial media dan berbagai pameran sehingga membuat industri ini terus berkembang karena permintaan konsumen akan tenun tapis semakin meningkat. Hal ini juga didorong oleh semakin tingginya minat masyarakat lokal menggunakan produk lokal (tenun). Para penenun tapis biasa memasarkan produknya secara tradisional guna mendapatkan upah. Namun, para penenun tapis yang kebanyakan merupakan perempuan usia 15 hingga 40 tahun berpendapat bahwa upah yang diterima terkadang tidak sesuai dengan proses pembuatan tapis yang rumit dan memakan waktu lama. Selain itu, harga dipasaran yang rendah mengakibatkan upah yang diperoleh penenun tapis semakin kecil. Persaingan usaha yang semakin meningkat disetiap tahunnya, juga membuat para penenun tapis harus mampu mempertahankan kualitas produk tapis yang dihasilkan agar mampu bersaing dengan produk tapis lainnya. Berdasarkan permasalahan dan tantangan yang telah diuraikan, model kewirausahaan sosial hadir sebagai solusi alternatif dalam memberdayakan masyarakat dengan tetap melihat keberlangsungan kehidupan masyarakat di Kabupaten Tanggamus yang banyak bekerja di sektor informal. Selain itu, diharapkan dengan penerapan kewirausahaan sosial dapat memaksimalkan potensi sumber daya yang dimiliki oleh masyarakat lokal. Praktik kewirausahaan sosial di Kabupaten Tanggamus untuk perempuan penenun sulam tapis Lampung dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu: 1) Pemberdayaan Masyarakat; 2) Penguatan Produk dan Re-Branding; dan 3) Pemasaran Produk. Pada tahap pertama, penenun tapis Lampung diberikan penyuluhan dan pendampingan mengenai proses penenunan dan motif khas Lampung yang efektif. Selain itu, penyediaan bahan baku benang yang terjangkau dapat membantu meningkatkan pendapatan penjualan. Pola pemberdayaan ini harus dilakukan secara kontinyu selama 3-6 bulan guna membuat penenun dan masyarakat sekitar terbiasa bekerja secara mandiri. Tahap kedua adalah penguatan produk dan re-branding. Berbagai eksplorasi motif kain tapis Lampung dapat ditemui dalam berbagai corak dan warna. Oleh karena itu, perlu adanya keistimewaan motif dan corak dari Kabupaten Tanggamus sebagai trade-mark agar masyarakat dapat mengenal dan menikmati keindahan kain tapis Lampung. Tahap terakhir adalah pemasaran produk. Setelah hasil tenun tapis Lampung dibuat, maka langkah selanjutnya adalah pemasaran produk ke berbagai pameran, expo dan sosial media sebagai sarana promosi. Dengan memanfaatkan strategi marketing mix, diharapkan target penjualan dapat tercapai. Pengembangan model pemberdayaan yang ditawarkan adalah melibatkan perempuan penenun sulam Tapis dalam memanfaatkan sumberdaya untuk kegiatan produktif secara berkelanjutan dan berdaya saing. Oleh karena itu, peran pemerintah daerah, industri dan universitas sangat dibutuhkan guna meningkatkan manfaat dari pemberdayaan penenun tapis melalui pola kewirausahaan sosial. Agar pola ini dapat efektif, maka sinergi ketiga sektor tersebut patut untuk diperkuat sehingga peluang kerja bisa lebih inklusif dan kesejahteraan masyarakat dapat meningkat terutama di Kabupaten Tanggamus.

Komentar
--> -->