Abstraksi
Industri pakaian jadi mengalami perkembangan yang pesat di Indonesia. Industri ini termasuk ke dalam ranah ekonomi kreatif dengan bergabung pada kelompok industri fashion. Pesatnya perkembangan industri ini disebabkan karena semakin berkembangnya kesadaran masyarakat akan fashion yang berkiblat pada life style. Kebutuhan akan berbusana tidak lagi hanya berfungsi untuk menjadi alat penutup tubuh, tetapi juga berfungsi sebagai identitas gaya hidup dan status sosial pemiliknya. Industri fashion menjadi salah satu peluang bisnis yang menjanjikan di ranah industri kreatif. Perannya dalam perekonomian nasional pun mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) menunjukkan kontribusi subsektor industri fashion terhadap PDRB Ekonomi Kreatif (Ekraf) di 5 provinsi sampel berada di kisaran 20 persen selama tahun 2011 hingga 2016. Pada periode yang sama, laju pertumbuhan subsektor industri fashion ada di angka 3 hingga 8 persen. Kontribusi ekpor industri fashion terhadap ekspor ekonomi kreatif selalu lebih dari 50 persen setiap tahunnya dan menjadi yang tertinggi dibandingkan dengan subsektor ekonomi kreatif lainnya. Dalam penyerapan tenaga kerja, industri fashion menyerap 40 persen dari total pekerja ekonomi kreatif. Melihat besarnya peluang industri fashion untuk berkembang menjadi leading industry di masa depan, maka perlu untuk dilihat seberapa besar kekuatan daya saing usahanya. Konsep dan pengukuran daya saing yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada The World Economy Forum (WEF). Daya saing didefiniskan sebagai himpunan dari institusi, kebijakan, dan faktor-faktor yang menentukan tingkat produktivitas ekonomi yang pada akhirnya menentukan tingkat kemakmuran yang dicapai. Dengan melihat pada kekuatan daya saing usahanya yang berdasarkan pada skala usaha yang ada, diharapkan dapat diketahui pada bagian mana kekuatan dan kelemahan yang terjadi pada industri ini. Penelitian ini membahas industri pakaian jadi yang menjadi subset dari industri fashion karena keterbatasan data. Metode yang digunakan adalah metode analisis deksriptif dan literature review pada publikasi dan penelitian terkait. Sedangkan data yang digunakan adalah data hasil dari pencacahan lengkap Sensus Ekonomi 2016 Lanjutan. Dalam pengukuran daya saing usaha, digunakanlah indeks komposit yang terdiri dari variabel-variabel terkait. Indeks daya saing usaha yang terbentuk terdiri dari tiga kelompok pilar, yaitu kelompok pilar dasar, kelompok pilar efisiensi dan kelompok pilar inovasi. Masing-masing kelompok pilar terdiri dari pilar-pilar penyusun. Kelompok pilar dasar terdiri dari pilar dukungan institusional, pilar dukungan infrastruktur, pilar kondisi makroekonomi, dan pilar tingkat kesehatan SDM. Kelompok pilar efisiensi terdiri dari pilar pendidikan dan keterampilan tenaga kerja, pilar ketersediaan bahan baku, pilar daya dukung tenaga kerja, pilar kredit dan permodalan, pilar internet dalam usaha, dan pilar target pasar. Kelompok pilar inovasi terdiri dari pilar prospek usaha dan pilar inovasi. Hasil penelitian menunjukkan nilai indeks daya saing usaha yang bervariasi antar skala usaha. Semakin besar skala usaha, semakin besar pula nilai indeks daya saingnya. Nilai indeks daya saing terkecil ada pada skala usaha mikro dengan nilai 2,76. Selanjutnya adalah skala usaha kecil dan menengah dengan nilai indeks skala usaha masing-masing sebesar 2,85 dan 3,17. Nilai indeks tertinggi ada pada skala usaha besar dengan nilai 3,46. Apabila dilihat berdasarkan kelompok pilar, industri pakaian jadi dengan skala usaha mikro, kecil dan menengah mempunyai kesamaan karakteristik pilar yang perlu diperbaiki. Kelompok pilar inovasi memberikan peran yang paling kecil tehadap pembentukan indeks daya saing usaha pada ketiga skala usaha tersebut dibandingkan kelompok pilar dasar dan kelompok pilar efisiensi. Pada kelompok pilar inovasi, pilar inovasi memberikan peran yang paling rendah. Pilar inovasi di sini mencakup variabel penggunaan internet untuk sarana pemasaran, penjualan atau pembelian; melakukan riset untuk pengembangan produk; hingga inovasi yang meliputi aspek hasil produksi, proses pembuatan, pemasaran, manajerial serta pelatihan tenaga kerja. Sedangkan pada kelompok pilar dasar, pilar dukungan institusional memberikan peran yang paling kecil dalam membentuk indeks daya saing usaha. Pilar dukungan institusional yang digunakan meliputi variabel persentase banyaknya perusahaan berbadan hukum dan tidak berbadan hukum; ada tidaknya perwakilan asing; usia perusahaan; keanggotaan dalam asosiasi usaha; kesulitan pada peraturan birokrasi pemerintah; kendala pungutan liar; ada tidaknya kemitraan dengan perusahaan lain; fasilitas pelatihan dari pemerintah; penerapan AMDAL; ketersediaan koperasi bagi pekerja serta jaminan asuransi kesehatan bagi pekerja yang ditanggung perusahaan. Sementara pada kelompok pilar efisiensi, peran terkecil ada pada pilar daya dukung tenaga kerja. Pilar ini mencakup variabel kendala tenaga kerja; keberadaan serikat pekerja; peenrapan UMR; sumber perekrutan tenaga kerja dari lembaga pendidikan formal, lembaga pendidikan non formanl; balai latihan kerja, agen tenaga kerja serta dari iklan. Ketidakmampuan dukungan institusional, daya dukung tenaga kerja dan inovasi untuk mendongkrak indeks daya saing usaha industri pakaian jadi skala kecil, menengah dan besar memerlukan perhatian yang lebih dari pemangku kebijakan. Pertama, dari sisi dukungan institusional. Peran serta dan kebijakan dari pemerintah, swasta, lembaga pendidikan, dan organisasi sosial kemasyarakat untuk mewujudkan smart technology bermanfaat bagi kemajuan industri tanah air, termasuk pakaian jadi. Kedua, dari sisi daya dukung tenaga kerja. Sudah saatnya transformasi struktur tenaga kerja dan budaya kerja menopang peningkatan produktivitas usaha. Peningkatan kesempatan pelaku usaha untuk memperoleh skill teknis akan meningkatkan daya saing produk, bukan hanya sebatas pasar lokal tetapi mampu menembus pasar internasional. Selain itu, pendampingan dari sisi manajerial seperti produksi, pemasaran, SDM, dan keuangan juga berperan dalam meningkatkan potensi usaha. Ketiga, dari sisi inovasi. Pengembangan inovasi erat kaitannya dengan penggunaan internet dan teknologi informasi. Pelaku usaha yang tanggap terhadap perkembangan teknologi informasi akan lebih cepat dalam menangkap informasi seputar teknologi dan inovasi terkini dari dunia usaha. Terutama pada usaha dengan skala mikro dan kecil yang bersifat elastis, perubahan produk usaha merupakan hal yang wajar. Improvisasi produk dengan memberikan nilai tambah pada produk yang sudah ada menjadi peluang untuk mengembangkan bisnis ini di masa depan.