• Randi Kurniawan
    Randi Kurniawan
    Lahir di Kabupaten Sidenreng Rappang pada tahun 1988. Pendidikan S1 dan S2 diselesaikan di Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada. Saat ini bekerja sebagai Peneliti di lembaga riset LOGOV Celebes, Makassar.
Papers

Dampak Program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) terhadap Kesempatan Kerja

2019

Abstraksi

Kemiskinan merupakan masalah pembangunan yang bersifat multi-dimensi dan multi-sektor. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia pada 10 tahun terakhir (2009 – 2018) mengalami penurunan. Jumlah penduduk miskin turun dari 32,53 juta pada Maret 2009 menjadi 25,67 juta pada September 2018, sedangkan persentase penduduk miskin juga turun dari 15,42% menjadi 9,66% pada periode yang sama. Namun penduduk yang rentan miskin masih cukup tinggi, yaitu 53,3 juta atau 20,19% dari jumlah penduduk pada 2018. Dengan masih krusialnya permasalahan kemiskinan di Indonesia, maka diperlukan upaya penanggulangan kemiskinan dengan keterpaduan program antara pemerintah dan dunia usaha, serta dengan melibatkan masyarakat. Menurut Bank Dunia, salah satu upaya untuk mengentaskan kemiskinan adalah menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak dan lebih baik untuk warga miskin. Di Indonesia, strategi ini dijalankan melalui berbagai program pemerintah yang berdimensi pada pemberdayaan dan partisipasi warga miskin dalam pembangunan dan pengembangan usaha ekonomi. Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) misalnya, dijalankan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai cara pemerintah untuk menempatkan kelompok nelayan, dan masyarakat pesisir pada umunya, sebagai klaster strategis dalam penanganan kemiskinan, tentunya dengan melihat kondisi masyarakat pesisir selama ini (Yustika dan Kusnadi, 2005). Selain itu, pemerintah juga menjalankan Program Dana Bergulir Bagi Usaha kecil baik dengan mekanisme konvensional maupun syariah. Program ini dilaksanakan oleh Kementerian Koperasi Usaha Kecil Menengah (KUKM) dengan target utama perluasan aktivitas dan peningkatan kapasitas produksi bagi koperasi dan usaha kecil. Sekalipun masih cenderung sektoral, program ini sudah tergolong strategis, mengingat segmen masyarakat yang memiliki usaha kecil masih didominasi oleh warga miskin. Sementara itu, salah satu program yang menjadi andalan pemerintah dalam menangani kemiskinan adalah Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Program ini menggunakan pendekatan “Pembangunan Bertumpu Pada Kelompok” (community based development approach) atas dasar kesamaan tujuan, kesamaan kegiatan, dan kesamaan domisili. Melalui program KUBE, kelompok miskin diharapkan mampu menginisiasi usaha ekonomi yang menjadi sumber pendapatan bagi mereka, sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup secara berkelanjutan tanpa bergantung pada bantuan pemerintah secara terus menerus. KUBE adalah kelompok keluarga miskin yang dibentuk, tumbuh dan berkembang atas prakarsanya dalam melaksanakan usaha ekonomi produktif untuk meningkatkan pendapatan keluarga. KUBE bertujuan untuk memberdayakan masyarakat miskin, mengembangkan pelayanan sosial dasar, meningkatkan pendapatan, kapasitas individu, dan kemampuan berusaha anggota kelompoknya sehingga mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri serta meningkatkan kesetiakawanan sosial. Adapun kriteria individu yang menjadi anggota KUBE adalah yang miskin, terpencil, dan/atau rentan sosial ekonomi (Peraturan Menteri Sosial RI No.25 Tahun 2015). Dengan adanya program ini, maka diharapkan orang miskin yang selama ini tidak bisa terserap di sektor formal maupun informal, bisa bekerja secara produktif untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Bantuan sosial melalui program KUBE disalurkan dalam bentuk uang tunai atau barang modal yang diperuntukkan untuk kegiatan usaha ekonomi produktif. Permohonan bantuan dapat diajukan oleh masyarakat atau lembaga kesejahteraan sosial dan dinas sosial kabupaten/kota ke Kementerian Sosial. Jika disetujui oleh Kementerian Sosial, maka anggaran akan disalurkan ke kelompok penerima KUBE. Setelah dilaksanakan, keberhasilan KUBE akan dievaluasi dengan menggunakan indikator kelembagaan, sosial, dan ekonomi. KUBE merupakan program yang cukup konsisten dilaksanakan oleh pemerintah sejak tahun 1983. Namun hingga saat ini belum ada studi yang secara komprehensif mengkaji dampak KUBE terhadap penciptaan kesempatan kerja. Studi terdahulu lebih spesifik mengkaji dampak KUBE pada wilayah tertentu dan dalam satu periode waktu, diantaranya studi Anwar Sitepu (2015) di Kabupaten Katingan (Kalimantan Tengah); studi Haryati, dkk (2011) di Kota Banda Aceh (Nanggroe Aceh Darussalam), Kota Tomohon (Sulawesi Utara), Kota Banjarmasin (Kalimantan Selatan), dan Kabupaten Nganjuk (Jawa Timur). Secara umum, hasil studi di atas menemukan bahwa implementasi program KUBE masih belum efektif. Studi ini bertujuan untuk mengkaji dampak program KUBE terhadap kesempatan kerja. Data yang digunakan merupakan data panel individu yang bersumber dari the Indonesia Family Life Survey (IFLS) gelombang 4 (2007) dan gelombang 5 (2014). Data IFLS merupakan data survei rumah tangga yang bersifat longitudinal dan merepresentasikan 83% populasi Indonesia pada tahun 1993. Survei IFLS pertama kali dilakukan pada tahun 1993 (IFLS 1), dan berturut-turut dilakukan pada tahun 1997 (IFLS 2), 1998 (IFLS 2+), 2000 (IFLS 3), 2007 (IFLS 4), dan 2014 (IFLS 5). Jumlah responden IFLS pada survei tahun 2014 sebanyak 15.902 rumah tangga. Penggunaan data panel pada studi ini memungkinkan peneliti untuk mengatasi permasalahan endogeneity dalam regresi. Teknik yang digunakan untuk melakukan estimasi dampak adalah difference in difference, yaitu dengan cara membandingkan outcome kelompok treatment dan kelompok kontrol antara sebelum periode KUBE dan setelah periode KUBE berlangsung. Kelompok treatment adalah individu yang berada pada komunitas yang terdapat program KUBE, sedangkan kelompok kontrol adalah individu yang tinggal pada komunitas yang tidak terdapat program KUBE. Tahun 2007 dan 2014 masing-masing dianggap sebagai periode sebelum dan setelah KUBE berlangsung. Pada data IFLS, terdapat informasi mengenai apakah dalam komunitas (setingkat desa) terdapat program KUBE. Dari 311 komunitas di IFLS 5, hampir 60% (182 komunitas) pernah memperoleh program KUBE. Dari jumlah tersebut, sebanyak 158 komunitas yang masih terdapat KUBE aktif hinga 2014. Sementara itu, pada data IFLS juga terdapat informasi mengenai status pekerjaan anggota rumah tangga yang akan dijadikan sebagai variabel dependen untuk mengukur keberhasilan KUBE. Dengan menggunakan informasi dari IFLS, studi ini juga dapat mengontrol kondisi sosial ekonomi individu, rumah tangga dan komunitas, sehingga dapat diperoleh estimasi dampak KUBE yang akurat. Dengan menggunakan sebanyak 28.543 observasi, hasil awal studi ini menunjukkan keberadaan KUBE dapat meningkatkan probabilitas individu bekerja sebesar 2% poin. Sementara itu, keberadaan KUBE juga dapat meningkatkan probabilitas individu menjadi pekerja bebas (casual worker) sebesar 2% poin. Di sisi lain, tidak ditemukan bukti bahwa keberadaan KUBE berpengaruh terhadap probabilitas individu berusaha sendiri (self employed) dan bekerja tanpa dibayar (unfaid family worker). Mengingat program KUBE masih berlangsung hingga saat ini, maka hasil studi ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah mengenai sejauh mana program ini bisa memberikan dampak bagi kesejahteraan masyarakat, khususnya terkait kesempatan kerja. Selain itu, hasil studi ini juga bisa menjadi bukti empiris dalam mendesain program KUBE ke depannya[].

Komentar
--> -->