Abstraksi
Rumusan Pokok Permasalahan : (1) Bagaimana upaya yang dilakukan oleh PT. Gojek Indonesia dalam mendukung terciptanya peluang kerja yang inklusif?; (2) Bagaimana kemitraan yang dibangun antara pengemudi Gojek dengan PT. Gojek Indonesia sehingga tercipta peluang kerja yang inklusif? Metode Penelitian : Dalam melaksanakan penelitian ini, tim peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan melakukan studi literatur dan wawancara dengan PT. Gojek Indonesia dan pengemudi Gojek. Studi literatur yang kami lakukan adalah mencari buku-buku, jurnal, artikel, dan sumber ilmiah lainnya yang membahas mengenai hubungan industrial dan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dengan tema yang sejenis. Sedangkan, wawancara kami lakukan untuk memverifikasi data yang kami temukan. Selain itu, penulis juga menggunakan metode yuridis normatif dengan menggunakan beberapa dasar hukum sebagai pertimbangan. Untuk menganalisis studi kasus ini, tim peneliti menggunakan teori permainan dari Burawoy (1982). Teori ini menjelaskan mengenai gamifications of work, yaitu kerja yang menyerupai permainan. Terminologi permainan merujuk bahwa pekerjaan seakan-akan tidak ada paksaan (flexibility), namun sebenarnya ada banyak peraturan yang "mengikat". Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui hubungan apa yang dimiliki antara Pengemudi Gojek dengan PT. Gojek Indonesia dan inklusivitas perusahaan terhadap kelompok rentan (perempuan dan disabilitas). Kesimpulan : Berupa jawaban terhadap pokok permasalahan: (1) Pembangunan yang inklusif harus menghadirkan manfaat juga bagi semua pihak termasuk kelompok-kelompok rentan. Salah satu cara yang dilakukan untuk melakukan pembangunan inklusif adalah menghadirkan peluang kerja yang inklusif pula. PT Gojek Indonesia merupakan salah satu perusahaan yang membangun kemitraan dengan segala macam kelompok termasuk kelompok perempuan dan penyandang disabilitas. Kelompok rentan tersebut bergabung menjadi mitra Gojek, Go-Life, dan Go-Massage. Dalam konteks PT. Gojek Indonesia, perusahaan menggunakan istilah ‘mitra’ untuk merujuk pada pengemudi Gojek (pekerja); (2) Penggunaan istilah mitra untuk merujuk pada pengemudi gojek dianggap hanya sebagai ilusi yang membelokkan makna ‘kemitraan’ itu sendiri. Berdasarkan pengertian dalam Pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, terdapat 3 unsur dalam Hubungan Pekerjaan, yaitu Pekerjaan, Upah, dan Perintah. Dalam hal ini, pengemudi Gojek tidak mendapatkan gaji dari perusahaan pemilik aplikasi. Sebaliknya, para pengemudi yang harus membagi 20 persen pendapatannya ke perusahaan sebagai bagian dari insentif bagi perusahaan. Pendapatan yang diterima oleh pengemudi tergantung pada berapa banyak penumpang yang bisa didapatkan oleh pengemudi tersebut. Bahkan, perintah mengantar penumpang juga tidak datang dari perusahaan, melainkan dari penumpang dan tentu atas kesediaan pengemudi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa terlihat ada ketidakjelasan dalam hubungan kerja antara pengemudi gojek dan perusahaan penyedia aplikasi. Padahal relasi yang setara antara pengusaha dengan pekerja merupakan salah satu karakteristik revolusi industri 4.0. Hal tersebut pula yang menjadi penghambat terwujudnya peluang kerja yang inklusif. Akibatnya, pengemudi Gojek tidak berhak menuntut hak-hak yang biasa diterima pekerja pada umumnya seperti upah lembur, jamsostek, maupun pesangon jika hubungan kerjasama mereka berakhir. Kondisi tersebut mengabaikan perlindungan khusus yang seharusnya diterima oleh kelompok rentan. Hal ini sebagai upaya perlindungan pekerja dari tindakan yang merugikan; dan (3) PT. Gojek Indonesia masih mendominasi--di dalam menetapkan aturan yang menguntungkan pihaknya—sehingga terminologi fleksibilitas yang diberikan kepada pengemudi menjadi berbalik arah menjadi ‘alat untuk mengikat’. Rekomendasi : Pertumbuhan yang inklusif dapat dimulai dengan menghadirkan peluang kerja yang inklusif, baik bagi para perempuan, penyandang disabilitas, maupun kelompok rentan lainnya. Untuk mendukung hal tersebut dibutuhkan sebuah hubungan kemitraan yang setara dengan dukungan regulasi yang kuat dari negara untuk mendukung terciptanya peluang kerja yang inklusif tersebut. Berdasarkan penjabaran diatas, penelitian ini memberikan beberapa rekomendasi untuk peningkatan hubungan kerja antara PT. Gojek Indonesia dan pihak pengemudi untuk mendukung terciptanya peluang kerja yang inklusif: (1) Memperkuat dialog untuk menciptakan hubungan yang harmonis antara perusahaan, pekerja, dan negara dalam mewujudkan hubungan industrial yang harmonis. Selain itu ketiga belah pihak dalam konteks hubungan tripartit juga harus memastikan bahwa perusahaan memberikan akses dan kesempatan yang sama terhadap kelompok rentan seperti perempuan dan kelompok disabilitas. Hal ini mengingat kelompok perempuan dan kelompok disabilitas harus mendapatkan perhatian khusus baik terhadap hak-hak nya maupun akses untuk menjalankan pekerjaannya. Hal ini dikarenakan adanya mindset masyarakat yang memberikan stigma negatif bahwa kelompok perempuan dan disabilitas dinilai sebagai kelompok yang tidak mandiri sehingga keberpihakan masyarakat dalam menggunakan jasa pengemudi perempuan dan penyandang disabilitas cukup rendah. Dialog yang dibangun juga harus membahas hal yang mengikat antara keduanya. Bukan saja membagi intensif keuntungan, tetapi juga membagi resiko kerja bersama. Selain itu, perusahaan juga harus memberikan pelatihan khusus kepada kelompok rentan untuk menghadapi tantangan yang akan dihadapi para pekerja di jalanan; (2) Mendorong pemerintah mengeluarkan aturan yang juga berpihak pada pengemudi terkait perlindungan dan kesejahteraan mereka. Pemerintah sebagai regulator harus mendukung terciptanya peluang kerja yang inklusif dengan membuat aturan-aturan yang melindungi dan tidak mengekang kelompok rentan. Pemerintah harus menjamin bahwa perusahaan memberikan akses yang sama bagi setiap kelompok untuk mengakses pekerjaan dan upah yang layak. Pemerintah juga harus mampu menjadi mediator dalam relasi tripartit antara perusahaan dan pekerja untuk mencapai kesejahteraan bersama. Regulasi khusus mengenai peluang kerja inklusif dalam perusahaan transportasi online ini mutlak diperlukan agar kelompok rentan dapat menerima manfaat secara optimal dari hasil kerjanya. (3) Khusus untuk menciptakan peluang kerja yang inklusif, perusahaan juga harus mengedukasi masyarakat dan sesama mitra Gojek untuk membangun lingkungan kerja yang inklusif. Lingkungan kerja yang inklusif harus dimulai dari internal perusahaan dan sesama mitra Gojek. Para mitra gojek lainnya harus bersama-sama mengurangi hambatan yang membuat pekerjaan kelompok rentan menjadi terganggu. Selain itu lingkungan kerja yang inklusif juga didukung dengan pemahaman masyarakat pengguna jasa (customer) untuk menghilangkan stigma negatif terhadap pengemudi gojek dari kelompok rentan.(4) Untuk membantu kelompok pekerja marginal, alangkah lebih baiknya jika selain mengandalkan proses perubahan stigma dari masyarakat yang tidak akan sebentar, perusahaan juga mampu membantu untuk menghilangkan hambatan yang membuat kelompok pekerja marginal ini dianggap tidak kompeten dibanding yang lain dalam proses tersebut. Hal ini bisa dilakukan perusahaan dengan membuat fitur yang menggambarkan profil yang jelas mengenai kondisi pengemudi, misal tuna rungu, atau pun tuna wicara) agar penumpang atau masyarakat juga dapat menyesuaikan bagaimana cara menghadapinya, sehingga pekerjaan mereka tetap bisa dijalankan seperti pekerja lainnya meskipun dengan keterbatasannya.