• Yovi Arista
    Yovi Arista
    Memiliki latar belakang akademik di bidang Politik dan Pemerintahan. Saat ini sedang bekerja bersma Migrant CARE, sebuah organisasi masyarakat sipil yang berfokus pada advokasi pekerja migran Indonesia. Mengisi posisi sebagai pengelola Data dan Publikasi, menjalankan peran untuk mengelola data, produk komunikasi, kampanye dan pengetahuan untuk kepetingan pekerja migran.
Papers

Pengorganisasian Purna Migran Berbasis Desa untuk Peluang Kerja yang Inovatif dan Inklusif

2019

Abstraksi

Dimensi dan perkembangan isu tenaga kerja migran Indonesia masih menarik menjadi diskursus yang ditinjau dari berbagai aspek. Dengan jumlah pertumbuhan sekitar tiga persen per tahun, arus mobilisasi pekerja migran Indonesia kian bertambah secara signifikan dalam kurun tiga tahun terakhir. Jumlah yang signifikan ini tentu juga berkontribusi pada pendapatan remitansi yang berdampak pada perekonomian nasional. Tata kelola migrasi tenaga kerja migran dari Indonesia sejauh ini hanya berfokus pada fase penempatan tenaga kerja. Belum ada bentuk konkret dari agenda dan programatik yang dimiliki Pemerintah Indonesia untuk memaksimalkan modalitas purna migran yang komprehensif dan berkelanjutan. Sejauh ini program-program yang tersedia hanya menghubungkan pekerja migran purna pada aktivitas ekonomi alternatif yang dibentuk dalam segmentasi terbatas, misalnya pembuatan produk olahan makanan atau kerajinan tangan. Hal ini baik, namun belum mampu memaksimalkan modalitas lainnya yang dimiliki pekerja migran purna setelah bermigrasi ke luar negeri. Pendekatan ini belum secara inklusif menjadi medium bagi para purna migran untuk memberdayakan diri. Dampaknya, banyak purna migran yang tetap terjebak pada lingkaran kemiskinan dan melakukan migrasi berulang. Kontribusi besar pekerja migran Indonesia pada perekonomian nasional menjadi tidak sebanding dengan sedikitnya akses pekerja migran pada agenda pembangunan. Di sisi lain, tingginya arus mobilisasi pekerja migran senyatanya berbanding lurus dengan tingginya kasus pekerja migran yang dialami dalam fase migrasi yang dilalui (pra-saat-pasca bekerja di luar negeri). Ragam kasus kekerasan fisik, kecelakaan kerja dan situasi kerja tidak layak yang dialami pekerja migran semakin menjauhkan mereka dari akses keadilan atas haknya sebagai pekerja maupun hak-hak fundamentalnya sebagai manusia. Kasus kecelakaan kerja dan kekerasan fisik yang dihadapi pekerja migran juga kerap mengakibatkan pekerja migran menjadi penyandang disabilitas. Pekerja migran yang menjadi penyandang disabilitas dihadapkan pada proses yang lebih rumit terkait reintegrasi sosial di samping pemulihan fisik. Hal ini yang kini menjadi tantangan bersama, dan perlu mendapatkan respons tepat untuk menciptakan iklim kehidupan yang inklusif. Migrant CARE, sebuah organisasi non-profit yang berfokus pada advokasi pekerja migran Indonesia bersama multipihak di tingkat lokal telah memulai inisiatif untuk perlindungan pekerja migran berbasis komunitas di tingkat desa. Program inisiatif ini bernama DESBUMI, sebuah akronim dari Desa Peduli Buruh Migran. Saat ini DESBUMI telah dikembangkan di 36 Desa di 9 Kabupaten di 5 Provinsi di Indonesia untuk membangun perlindungan pekerja migran dan anggota keluarganya dengan pendekatan kesetaraan gender dan Hak Asasi Manusia. DESBUMI merupakan inisiatif multipihak yang tidak hanya didorong oleh elemen masyarakat sipil, namun juga melibatkan Pemerintah Desa dan pemangku kepentingan lain di tingkat desa, didukung oleh program kemitraaan Pemerintah Indonesia-Australia (Program MAMPU). Melalui DESBUMI, dilakukan pengorganisasian komunitas purna migran yang mayoritasnya adalah perempuan. Beragam pilar didorong untuk membangun pelembagaan perlindungan pekerja migran dari tingkat desa. Di antaranya melalui; pembentukan Peraturan Desa tentang Perlindungan Pekerja Migran, pengembangan ekonomi alternatif, penguatan kapasitas paralegal, pelembagaan layanan informasi dan dokumen di tingkat desa, hingga sosialisasi dan promosi migrasi aman. Secara konseptual, DESBUMI menjadi medium yang strategis untuk mendorong terbentuknya peluang kerja yang inovatif dan inklusif. Keberadaan DESBUMI menjadi katalisator untuk menginisiasi kebijakan dan program-program perlindungan pekerja migran maupun program untuk interseksi isu lain. Setidaknya DESBUMI juga telah mendorong pergeseran skema tata kelola migrasi tenaga kerja yang desentralistis, termasuk pergeseran paradigma perlindungan yang berbasis Hak Asasi Manusia yang saat ini diakomodir oleh Undang-Undang No.18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Konsep program pemberdayaan berbasis komunitas yang dimiliki DESBUMI juga telah menginisiasi program DESMIGRATIF, sebuah akronim dari Desa Migran Produktif yang digagas oleh Kementerian Ketenagakerjaan RI. Berbagai aktivitas yang telah dilakukan DESBUMI membutuhkan pelibatan multi-pihak di lintas sektoral untuk memperkuat instrumen, mewujudkan peluang kerja yang setara dan inklusif berbasis pemberdayaan komunitas dan penyintas. Tantangan lain yang perlu direspons jugalah tentang keberlanjutan. Karena inisiatif-inisiatif yang telah dibangun saat ini belum terlembagakan dalam sebuah skema yang akan berkelanjutan. Sehingga dukungan multi-pihak dari lintas sektoral menjadi sebuah urgensi yang perlu direspons.

Komentar
--> -->