• Sovia Hasanah
    Sovia Hasanah
    Sovia Hasanah, S.H. seorang Legal Editor di Klinik Hukumonline.com. Ia mendapatkan gelar Sarjana Hukum dari Universitas Andalas pada 2016 dengan mengambil Program Kekhususan IX (Hukum Agraria dan Sumber Daya Alam). Ia pernah menerima penghargaan Lulusan Terbaik Program Klinik Etik dan Hukum dari Komisi Yudisial Republik Indonesia pada tahun 2015.
Papers

Disrupsi Inklusif: Peran Teknologi dan Kreatifitas Sebagai Alternatif Pendekatan Pembelajaran Hukum untuk Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia di Indonesia

2019

Abstraksi

A lot of potential in legal chatbots to revolutionize access to justice for the average person – Stanford Legal Design Lab Indonesia menjadi salah satu negara yang menyepakati agenda Sustainable Development Goals (“SDGs”). Pemerintah Indonesia melalui Perpres No. 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan mencoba menyelaraskan SDGs dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (“RPJMN”) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (“RPJPN”). Berkaitan dengan pendidikan, point 4 SDGs (quality education) berfokus pada misi memastikan pendidikan berkualitas yang layak dan inklusif serta mendorong kesempatan belajar seumur hidup bagi semua orang. Jika dikaitkan dengan point 16 SDGs (Peace and Justice), pendidikan hukum diharapkan dapat dinikmati oleh semua kalangan demi tercapainya keadilan. Bahkan Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 telah menjamin hak setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Artinya pendidikan idealnya harus menyentuh semua orang tanpa terkecuali. Secara umum dapat dinyatakan bahwa faktor utama yang mendukung proses pembangunan adalah tingkat pendidikan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari pembangunan bidang pendidikan telah diposisikan secara strategis sebagai prioritas program pembangunan nasional. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah anggaran pendidikan yang ditetapkan sebesar 20 persen dari APBN. Dengan demikian untuk mencapai transformasi ekonomi maka diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas melalui pendidikan. Lebih dalam berbicara mengenai pendidikan khususnya pendidikan hukum sebagai sarana pembentukan manusia penggerak masyarakat (law as a tool of social engineering), tidak terlepas dari yang namanya akses informasi pengetahuan hukum yang memadai. Pada era digital ini, informasi sangat mudah didapatkan hanya dengan genggaman tangan. Ironisnya, akses terhadap informasi belum merata di Indonesia. Hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015-2016 menyatakan bahwa indeks pembangunan teknologi informasi dan komunikasi belum merata di bagian timur Indonesia. Lima Provinsi dengan indeks dibawah 4 pembangunan teknologi paling rendah yaitu Papua, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, dan Maluku Utara. Meskipun teknologi informasi dan komunikasi belum merata di Indonesia, bukan berarti menghambat penggunaan teknologi dalam menunjang pendidikan khususnya pendidikan hukum. Pemerintah secara perlahan berbenah melalui proyek pembangunan kabel fiber optik atau palapa ring yang ditargetkan selesai pada tahun 2019. Proyek ini merupakan usaha pemerintah untuk membangun daerah pinggiran dan menghilangkan kesenjangan digital. Selain itu berdasarkan survei yang dilakukan oleh idEA pada tahun 2019 dari 268 juta populasi Indonesia terdapat 150 juta orang pengguna internet dan pengguna sosial media. Artinya setengah dari populasi penduduk Indonesia sudah menggunakan internet. Hal tersebut adalah potensi dan harapan untuk memanfaatkan teknologi secara inklusif. Sarana dan prasarana teknologi informasi dan komunikasi saja tidak cukup untuk menunjang pemerataan informasi hukum. Rendahnya tingkat literasi hukum juga memberikan andil dalam kurang meratanya akses informasi hukum. Hasil survei Most Littered Nation in the World 2016, menyatakan bahwa saat ini minat baca masyarakat Indonesia sangatlah rendah. Dari 61 negara, Indonesia menempati urutan ke-60 terkait dengan minat baca. Pada makalah ini penulis akan membahas tentang peran teknologi dan kreatifitas sebagai alternatif pendekatan pembelajaran hukum dalam mengisi ruang kesenjangan inklusi pendidikan hukum di Indonesia. Kemudian penulis akan berfokus juga pada dampak pendekatan kreatif dalam penyampaian informasi hukum pada peningkatan literasi hukum untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Untuk mengatasi ketimpangan informasi hukum diperlukan informasi yang mudah didapatkan serta mudah dimengerti. Informasi yang disajikan dengan cara kreatif dan mudah dimengerti, dapat mengatasi rendahnya minat baca. Facebook melalui hasil suveinya yang dipublikasikan pada workshop Facebook Laju Digital Indonesia pada September 2018 lalu, menyatakan bahwa visual merupakan bahasa yang bersifat universal dan otak manusia mampu memproses visual 60.000 kali lebih cepat dari kata-kata. Orang-orang menghabiskan waktu 5 kali lebih lama untuk menonton video dari pada membaca. Facebook memprediksi pada tahun 2021, 75 persen data seluler akan berupa video. Hasil survei tersebut dapat dijadikan sebagai acuan pendekatan pembelajaran hukum. Kevin Francis O’Neill, Associate Professor of Law Cleveland-Marshall College of Law, menggunkan film sebagai salah satu pendekatan pembelajaran hukum bagi generasi millenial yang melek teknologi. Drama ruang sidang dapat berfungsi sebagai ilustrasi yang jelas untuk membantu mahasiswa memahami pemilihan juri, pernyataan pembukaan, pemeriksaan silang, serta bagaimana memutuskan sebuah kasus. Belajar hukum merupakan hal yang cukup membosankan, tetapi teknologi dan cara-cara kreatif dapat diterapkan dalam pendidikan hukum dan praktek hukum. Di Indonesia sendiri pembelajaran hukum yang kreatif dan menarik dapat ditemukan pada Hukumonline.com melalui salah satu rubriknya Klinik Hukumonline. Klinik Hukumonline memberikan kesempatan luas kepada masyarakat khususnya mahasiswa hukum untuk bertanya dan memperoleh jawaban dari para praktisi hukum maupun ahli hukum. Dengan tagline “yang bikin melek hukum, emang klinik hukum”, Tim Klinik menyajikan informasi hukum yang sulit dipahami ke dalam artikel yang mudah dimengerti dan diturunkan ke berbagai bentuk komunikasi visual yang menarik serta kreatif di antaranya inforgrafis, video grafis dan video sketsa. Produk turunan tersebut disajikan melalui website dan sosial media sehingga mudah diakses oleh anak muda khususnya mahasiswa hukum. Google Analytic menyatakan dari total 6 juta pengunjung laman Hukumonline.com, lterdapat 3 juta pengujung Klinik Hukumonline.com setiap bulannya. Rentang usia yang mengakses Klinik Hukumonline adalah 17-35 tahun (millenial). Artinya dari beberapa rubrik Hukumonline.com, Klinik Hukumonline adalah kanal yang paling diminati oleh masyarakat usia muda untuk memperoleh informasi hukum. Sejak tahun 2009 Klinik Hukumonline sudah ikut andil dalam edukasi hukum. Ada sekitar 5300 artikel yang telah terbit. Rata-rata 300-500 pertanyaan yang masuk perbulannya dan sekitar 80 pertanyaan terjawab setiap bulannya. Dari big data ini, Hukumonline.com berinisiatif untuk mempermudah masyarakat khususnya mahasiswa untuk memahami hukum dengan teknologi dengan meluncurkan chatbot bernama Legal Intelligent Asistant (LIA), berteknologi Artificial Intelligence (AI). LIA dengan machine learningnya dapat mengolah data yang dimiliki dan diharapkan dapat membantu menjawab pertanyaan hukum seputar Hukum Pidana, Perkawinan, Perceraian dan Waris secara gratis. LIA juga dibekali teknologi AI natural language processing (NLP), yaitu kemampuan untuk memahami dan menulis bahasa manusia. Dengan NLP, LIA mengerti apa yang ditulis pengguna dan mampu merespon layaknya manusia. LIA dapat menjadi platform belajar hukum yang kreatif dan menyenangkan. Sejak peluncuran pertama pada 8 Agustus 2018 sampai saat ini, ada sekitar 12.485 yang mencoba menggunakan LIA dan 2.544 orang sudah berinteraksi dengan LIA secara reguler. Jadi, teknologi dan kreatifitas berpotensi meningkatkan pendidikan hukum yang inklusif dalam mencapai kualitas sumber daya manusia yang berkualitas demi terciptanya kesejateraan ekonomi bangsa. Oleh karena itu pendidikan hukum harus bersinergi dengan teknologi dan kreatifitas.

Komentar
--> -->