• Jose Segitya Hutabarat
    Jose Segitya Hutabarat
    -
Ideas

Mak-mak di Era Globalisasi 4.0: Peran dan Isu Kesetaraan Gender

2019

Globalisasi adalah fenomena yang didorong oleh teknologi dan pergerakan gagasan, orang, dan barang. Perkembangan terintegrasi ini mengantarkan era baru globalisasi. Dengan kemajuan robotika dan kecerdasan buatan (artificial intelligence) dalam konteks masyarakat, kita harus beralih dari narasi produksi dan konsumsi ke arah berbagi (share) dan peduli (care). Kita perlu mendesain ulang sistem yang ada dan memanfaatkan peluang baru. Selain itu, tantangan yang terkait dengan Revolusi Industri 4.0 (4IR) bertepatan dengan munculnya kendala yang ditandai meningkatnya ketidaksetaraan pada lanskap global. Dengan menjembatani pemisah dan mengenali bahwa kita hidup dalam tipe baru ekonomi yang didorong oleh inovasi, norma-norma, standar, kebijakan, dan konvensi global baru. Ekonomi baru telah mengganggu dan mengombinasikan kembali industri-industri yang tak terhitung jumlahnya, dan membuat jutaan pekerja tersingkir (Schwab, 2018).

Kita perlu memastikan bahwa teknologi yang mendorong fase globalisasi berikutnya berpusat pada manusia dan didorong oleh nilai-nilai positif. Secara khusus, penerapan sistem dan teknologi yang inklusif, dapat dipercaya, dan berkelanjutan. Baik Revolusi Industri 4.0 dan Globalisasi 4.0 adalah peluang untuk memperbaiki apa yang salah di era sebelumnya. Hal itu dimulai dengan membangun komitmen bersama untuk masa depan berjuang untuk kebaikan bersama, menjaga martabat manusia, dan bertindak sebagai penatalayanan bagi generasi mendatang. Setiap fase globalisasi, teknologi telah memainkan peran yang menentukan dalam membentuk peluang dan risiko (Davis dan O'Halloran, 2018). Tetapi agar Globalisasi 4.0 memiliki peluang, kita menuntut agar tidak ada yang tertinggal dan kita semua perlu menciptakan Globalisasi 4.0 yang adil dan setara. 

Perempuan (mak-mak) dan laki-laki memiliki kesetaraan, sehingga perempuan dan laki-laki mempunyai kesempatan, akses serta peluang yang sama sebagai sumber daya pembangunan. Kesetaraan merupakan target yang harus dicapai dalam tujuan pembangunan nasional jangka menengah dan jangka panjang maupun Millenium Development Goal (MDGs). Hadirnya Revolusi Industri 4.0 seharusnya dapat dimanfaatkan dan dikelola dengan baik oleh kaum perempuan karena memiliki prospek yang menjanjikan bagi posisi perempuan sebagai bagian dari peradaban dunia. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak pada peran perempuan yang semakin kompleks, namun kesenjangan akses dan penguasaan teknologi informasi dan komunikasi antara perempuan dan laki-laki masih cukup besar (Suarmini, Zahrok dan Agustin, 2018). Perempuan lebih rentan tergantikan dengan adanya perkembangan teknologi digital, karena mereka biasanya melakukan pekerjaan yang sama berulang kali. Pekerjaan itu biasanya lebih otomatis yang bisa dengan mudah digantikan oleh robot jika dibandingkan pekerjaan lain.

Secara khusus di Indonesia kefasihan digital kaum perempuan masih memprihatinkan. Padahal, kefasihan dibutuhkan guna membantu penyetaraan gender karena memberikan konektivitas dan aksesibilitas bagi perempuan. kefasihan digital adalah cara seseorang untuk memanfaatkan teknologi untuk menjadi produktif. Misalnya, bagaimana perempuan dapat menggunakan teknologi untuk terlibat dalam e-dagang. Penyebab rendahnya kefasihan digital kaum perempuan dinilai akibat mereka masih menggunakan teknologi dan produk digital sebagai konsumen. Perempuan, misalnya, hanya menggunakan media sosial untuk berinteraksi. Selain itu, kurikulum pendidikan Indonesia dinyatakan belum beradaptasi dalam era digital saat ini. Hal itu juga meningkatkan outcome mereka dalam pendidikan, pekerjaan, dan pemajuan. Tingkat partisipasi perempuan dibidang (STEM) baru mencapai 30 persen, Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2017 menunjukkan, terdapat 131,55 juta orang tersedia dalam pasar tenaga kerja, sedangkan tingkat partisipasi perempuan sekitar 55 persen, lebih rendah dibandingkan laki-laki 83,1 persen (Harian Kompas, 2018). Data International Finance Corporation dan USAID yang menyebutkan, 47 persen perempuan Indonesia aktif berinternet, tetapi hanya untuk hiburan, seperti menonton video atau mengunggah foto. Bahkan, 32 persen perempuan tak tahu cara berinternet untuk mencari hal-hal yang mereka butuhkan.

Para perempuan sering kesulitan meningkatkan skala usahanya karena tidak memperoleh modal yang diperlukan, serta kurang pengetahuan mengenai tren pasar. Penyebaran program latihan masih kurang merata dan sebagian besar digelar di kota besar. Perempuan kadang merasa enggan untuk mengikuti latihan itu karena tidak mau meninggalkan keluarganya. Dengan adanya platform digital dapat membantu perempuan untuk meningkatkan pengetahuannya (Pratiwi, 2018). Secara global baru sekitar 250 juta perempuan yang mengakses teknologi informasi dalam jaringan (daring), 1,7 miliar perempuan tak memiliki telepon genggam, dan perempuan yang menggunakan koneksi internet kurang dari 50 persen dari laki-laki. Dunia membutuhkan teknologi inovatif, internet yang dapat diakses dan dioperasikan dengan mudah, dapat diandalkan, serta aman untuk semua orang (Sinombor, 2018). Melalui literasi digital untuk perempuan menjadi kebutuhan guna menyiapkan perempuan sebagai partisipan aktif dalam proses pencapaian pembangunan yang berkelanjutan. Pendidikan menjadi kunci agar perempuan melek teknologi beserta etika penggunaannya. Literasi digital memberi perempuan pengetahuan dalam memilah dan memilih informasi yang beredar di dunia maya. Di tengah pesatnya kemajuan teknologi, masih banyak perempuan yang belum memiliki akses internet. Tanpa kemampuan menavigasi dunia digital, kesempatan perempuan untuk maju semakin sukar (Anwar, 2018).

Perempuan di era ekonomi digital membutuhkan akses pendampingan sehingga memiliki daya saing. Tidak hanya pembekalan untuk menambah kemampuan manajerial, perempuan terutama kaum ibu perlu mendapatkan motivasi untuk mengembangkan usahanya sehingga mampu menampung tenaga kerja dan meningkatkan kesejahteraan. memberikan akses digital seperti pemberian pelatihan bisnis dan pengelolaan keuangan berbasis digital. kaum perempuan membutuhkan lompatan besar agar bisa bersaing di era ekonomi digital.

Perkembangan teknologi pasar berupa transaksi dalam jaringan (daring) bisa dimanfaatkan oleh ibu-ibu rumah tangga. Indonesia bisa menjadi pusat perkembangan ekonomi mikro berbasis digital melalui kontribusi dari kaum ibu dengan cara menguasai pasar digital. Hal ini akan berimbas kepada pendapatan masyarakat dan membuka lapangan kerja. Selain itu, dengan dibukanya kesempatan menembus pasar digital, kaum ibu bisa meningkatkan produktivitas. memberdayakan perempuan dengan pendampingan mampu memberikan lompatan karena kemampuan dan pola pikir mereka berkembang sehingga mampu meningkatkan produktivitas. Pasar daring di era ekonomi digital memberikan mereka kesempatan mengembangkan usaha di rumah sehingga kaum ibu lebih leluasa membagi waktu (Ritonga, 2018). Perempuan bisa lebih berpartisipasi di dunia kerja sambil mengasuh anak di rumah menjadi anak yang sehat, cerdas dan berkualitas, berkarakter, serta berintegritas tinggi.

Era digitalisasi ini memberikan peluang di mana bekerja dan pengasuhan anak menjadi kompatibel. Perempuan bisa membantu meningkatkan produktivitas dan menaikkan pendapatan nasional. Semua berawal dari ibu dan keluarga untuk menciptakan bonus demografi kedua di mana nantinya angkatan kerja sudah berkualitas dengan produktivitas tinggi (Adioetomo, 2017). Peran domestik perempuan begitu penting, hal ini menuntut perempuan untuk bisa membuka diri dan memiliki wawasan yang turun temurun pada anak dan luas sehingga mampu mendidik. Perempuan diera digital harus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan tidak melupakan nilai-nilai luhur yang merupakan nilai budaya Indonesia.**


Komentar
--> -->