Abstraksi
Sebagai negara berkembang, sebagian besar usaha di Indonesia masih diklasifikasikan sebagai usaha mikro dan kecil. Berdasarkan hasil Sensus Ekonomi 2016, jumlah UMK di Indonesia mencapai 26 juta usaha atau sekitar 98,68 persen dari total jumlah usaha di luar sektor pertanian. Jenis usaha ini juga menyerap lebih dari tiga perempat tenaga kerja non pertanian. UMK didominasi oleh sektor usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor yang proporsinya hampir mencapai 50 persen dari keseluruhan usaha non pertanian. Saat krisis ekonomi 1998 berlangsung, UMK merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia. Terdapat beberapa alasan mengapa UMK tetap bisa stabil meskipun banyak perusahaan besar yang bangkrut di tengah terpaan krisis ekonomi global. Produk UMK umumnya merupakan barang dan jasa yang dikonsumsi langsung oleh masyarakat dan menggunakan sumber daya lokal sebagai bahan bakunya. Selain itu, modal UMK relatif rendah yang tidak terpengaruh nilai tukar . Meskipun demikian, UMK tidak terlepas dari permasalahan. Berdasarkan hasil Sensus Ekonomi 2016, sebagian besar UMK di Indonesia berusia kurang dari 10 tahun. Ini mengindikasikan bahwa kondisi UMK relatif bergantung dengan selera pasar. Selain itu, UMK pada umumnya juga tidak memiliki pencatatan keuangan yang baik serta dikelola secara sangat terbatas. Hal ini akan berpengaruh terhadap profit serta pengembangan usaha. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran mendalam tentang kondisi UMK di Indonesia, tidak hanya dari sisi usaha, tetapi juga dari sisi pelaku usaha. Tulisan ini juga berupaya memberikan deskripsi prospek serta kendala yang dihadapi oleh UMK di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kajian pustaka, statistik deskriptif, dan eksplorasi analisis. Adapun sumber data utama yang digunakan adalah data Sensus Ekonomi 2016 UMB-UMK, Survei Angkatan Kerja Nasional 2016, serta sejumlah data lain dari berbagai sumber. Hasil kajian menunjukkan bahwa masalah utama yang dihadapi oleh UMK di Indonesia adalah masalah persaingan usaha dan permodalan. Lebih dari 60 persen responden UMK menyatakan bahwa dua masalah ini merupakan masalah utama, selain masalah-masalah lain seperti pemasaran, bahan baku, infrastruktur, dan tenaga kerja. Untuk mengatasi permasalahan ini, penulis mengeksplorasi kasus-kasus yang terjadi di negara-negara lain yang memiliki kondisi yang hampir serupa dengan Indonesia. Untuk meningkatkan daya saing, UMK dapat menjalin kemitraan dengan usaha yang lebih besar. Pemerintah wajib mendukung pengembangan program kemitraan ini sehingga tidak hanya berdampak pada UMK, namun juga terhadap perekenomian secara keseluruhan. Permasalah modal hampir selalu menjadi masalah utama bagi UMK di belahan dunia manapun. Kebijakan kredit lunak bagi UMK menjadi salah satu solusi yang dapat diterapkan. Selain itu, pembelajaran tentang intermediasi keuangan juga menjadi hal yang wajib diperkenalkan kepada pelaku UMK. Tidak hanya itu, koperasi sebagai soko guru perekonomian Indonesia juga wajib digalakkan kembali. Dalam hal ini, koperasi diperkirakan akan meringankan kedua masalah tersebut. Permasalahan lain seperti pemasaran, bahan baku, infrastruktur, dan tenaga kerja akan dikaji lebih dalam sehingga semua pihak akan terlibat dalam pengembangan UKM di Indonesia. Revolusi industri 4.0 akan menjadi salah satu kunci untuk menyelesaikan masalah-masalah ini. Kebijakan pemerintah yang tepat sasaran juga diharapkan akan menjadi payung utama dalam meringankan masalah yang dihadapi oleh pelaku UMK di Indonesia.