• Ridhony Marisson Hasudungan Hutasoit
    Ridhony Marisson Hasudungan Hutasoit
    Aku ini bukan siapa-siapa, hanya terus berjuang meninggalkan jejak-jejak mulia dalam sejarah peradapan manusia, sebelum kelak diminta pertanggungjawaban dalam kekekalan.
Ideas

Dilan Class, Aksi Nyata Wujudkan Millennials yang Produktif

2020
Dilan Class, Aksi Nyata Wujudkan Millennials yang Produktif

Sepanjang berinteraksi dengan para pemimpin cabang industri jasa keuangan di Sulawesi Tenggara (Sultra), sekitar 70% menyatakan bahwa Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) tinggi belum tentu menjamin seorang sarjana dapat langsung bekerja sesuai ekpektasi mereka. Gap kompetensi ini tidak hanya terjadi pada tingkat sarjana, temasuk pada diploma hingga Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Persaingan bisnis mendorong industri untuk lebih efektif dan efisen dalam berusaha. Kebutuhan pekerja siap pakai adalah solusi hal tersebut. Pada aspek lain, tidak sedikit industri menyampaikan kebutuhan tenaga kerja terkendala dengan ekspektasi penghasilan dari lulusan sarjana, bahkan tidak jarang yang ingin langsung menduduki jabatan tertentu/lebih tinggi.

Kurikulum pendidikan Indonesia cenderung membawa peserta didik pada pemahaman umum dan konseptual. Di sisi lain, kebutuhan industri bersifat spesifik, teknis dan berorientasi soft skill. Misalnya di Perbankan, seorang Account Officer (AO) memiliki tugas mempromosikan atau memasarkan produk-produk perbankan, terutama yang berkaitan dengan kredit kepada masyarakat. Artinya menjadi seorang AO harus memiliki hard skills terkait penguasaan produk, pengenalan dan penilaian nasabah termasuk menganalisis data-data keuangan debitur, mengukur tingkat risiko, mengelola profitability, monitoring kelancaran pembayaran, hingga melakukan pembinaan usaha kepada debitur jika diperlukan. Belum lagi soft skill yang diperlukan AO seperti kejujuran, komunikasi, kerja sama tim, analisis, dan sebagainya. Ini semua tidak secara utuh atau bahkan mungkin sama sekali tidak dipelajari dan diterapkan terlebih dahulu dalam kampus. Bahkan, tidak jarang pegawai di industri jasa keuangan memiliki latar belakang pendidikan berbeda dengan tugas dan fungsinya.

Berdasarkan data BPS per Februari 2019, jumlah angkatan kerja di Sultra mencapai 1.296.494 atau bertambah 9.871 (0,77%) jika dibandingkan data Februari 2018 dan bertambah 35.046 (2,78%) jika dibandingkan Februari 2017. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) mencapai 71,62% atau menurun 1,11% jika dibandingkan data tahun 2018 dan menurun 1,43% jika dibandingkan tahun 2017. Kondisi ini yang menyebabkan tingkat pengangguran terbuka mencapai 2,96% pada tahun 2019 yang berpotensi akan meningkat jikalau tidak dikelola dengan baik. Kemudian, distribusi penyerapan kerja masih didominasi oleh sektor informal sebanyak 64,7%. Sebanyak 37,15% penduduk bekerja tidak penuh (jam kerja kurang dari 35 jam) dengan rincian 11,25% pada kondisi setengah mengganggur dan 25,91% merupakan pekerja paruh waktu. Untuk tingkat nasional pada posisi yang sama, tingkat pengangguran terbuka mencapai 5,28%. Berdasarkan katadata.co.id, peningkatan pengangguran dari lulusan diploma dan universitas (sarjana) masing-masing sebesar 8,5% dan 25%. Tiga penyebab utama yaitu keterampilan tidak sesuai kebutuhan, ekspektasi penghasilan dan status lebih tinggi, serta penyediaan lapangan kerja terbatas. Penyebab tersebut dapat diatasi dengan strategi peningkatan produktivitas anak-anak muda Indonesia dengan cara kolaborasi.

Hal inilah yang mendorong OJK Provinsi Sulawesi Tenggara (OJK Sultra) terus mengembangkan kurikulum peningkatan kapasitas dan kompetensi anak-anak muda dalam Komunitas Learning Center (KLC). KLC sendiri telah menjangkau lebih dari 300 anak muda sejak berdiri di tahun 2016. Tahun 2020, kami selaku Pembina KLC terus berupaya mengembangkan kurikulum untuk menjadi solusi andal peningkatan produktifitas melalu literasi dan inklusi keuangan. Kurikulum dengan pendekatan Link and Match (Limach) antara peserta didik dengan industri, baik dari sisi minat/bakat dan kebutuhan industri termasuk produk/layanan jasa keuangan dalam meningkatkan kapasitas dan kompetensi anak-anak muda Sultra, khususnya di Kendari.  Sempat kami menamakan kurikulum ini “Block Chain-Based Curriculum atau BBC”. Penggunaan teknologi informasi menghadirkan Digital Class, apalagi dalam mencegah penyebaran virus COVID-19 dengan cara meminimalisasi kelas tatap muka dan optimalisasi teknologi informasi untuk membentuk ekosistem belajar tanpa batas.

Kelas Duta Inklusi dan Literasi Keuangan (Dilan Class) adalah perwujudan penerapan pengembangan kurikulum yang dimaksud. Dilan Class memiliki 4P sebagai manfaat utama bagi peserta didik, yaitu  perilaku, pengetahuan, pengalaman, dan partner (networking). Dilan Class akan mempertemukan peserta didik dengan para expert dari industri termasuk OJK sebagai pengajar/narasumber. Kami mendorong untuk para pemimpin cabang industri jasa keuangan berkontribusi bagi peningkatan produktivitas anak-anak muda Sultra melalui literasi dan inklusi keuangan. Kurikulum ini dibagi menjadi dua, yaitu kompetensi umum dan khusus. Kompetensi umum mencakup pemahaman terkait industri jasa keuangan, sedangkan kompetensi khusus melibatkan minat peserta dan mencakup materi terkait entrepreneurship, soft skill, hingga creative/digital skills.

Ide untuk mengembangkan kurikulum dalam Dilan Class ini, salah satunya, kami dapatkan saat mengikuti short course dari Australia Awards tahun 2019 tentang Kepemimpinan dan Inklusi Keuangan. Professor Edward Buckingham dari Monash University menyatakan tiga faktor penting dalam inklusi keuangan, yaitu institusi, kapabilitas, dan aset. Faktor kapabilitas dan aset menjadi dua faktor yang kami fokuskan untuk dikembangkan baik melalui pelatihan berkelanjutan dan perluasan cipta kerja bagi anak-anak muda sebagai stimulus agar mereka produktif. Produktif karena dapat memenuhi kebutuhan sumber daya manusia di industri baik terkait keterampilan maupun “sinkronisasi” dengan biaya tenaga kerja mereka serta menjadi wirausaha (entrepreneur) untuk membuka lapangan kerja yang didukung oleh produk jasa keuangan, khususnya produk jasa keuangan yang disubsidi pemerintah seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR), Kredit Usaha Mikro (UMi), dan lainnya. Kemudian, masyarakat yang memiliki penghasilan diharapkan mampu menabung/berinvestasi pada sektor jasa keuangan. Kami berupaya mengoptimalkan outcome antara inklusi keuangan dan produktivitas.

Selain itu, ke depan Dilan Class akan menjadi media penggerak agar para pemuda di Kendari mau ikut serta membangun desa. Kami akan menghubungkan peserta didik pada Dilan Class kepada program Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) serta berkolaborasi dengan program Kuliah Kerja Nyata (KKN) universitas/kampus di Sultra. Misalnya melalui program unggulan TPAKD Kabupaten Konawe Selatan, yaitu  Kredit Hindari Rentenir dan Budaya Lestari Semesta (Kredit Hebat). Di sisi lain, kami bermimpi Dilan Class akan menjadi salah satu sumber pencetak  pengurus/direksi andal untuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) termasuk stimulus penyedia petani, nelayan, hingga peternak muda dalam rangka membangun Indonesia melalui desa. Distribusi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tahun ke tahun yang makin besar berpotensi sebagai media penciptaan lapangan kerja baru. Tidak lupa, peran sebagai duta melekat pada peserta didik dengan tujuan agar manfaat yang mereka peroleh dapat dibagikan bagi keluarga dan lingkungan sekitar.

Akhir kata, jika nama Dilan telah berhasil membawa penonton untuk hanyut pada keindahan kisah cinta remaja masa SMA di masa lampau. Kami berharap, Dilan Class yang sedang kami perjuangkan dapat membawa anak-anak muda Sultra menuju masa depan yang produktif demi menggenapi cita-cita bersama, yaitu Indonesia maju.


Komentar
--> -->