Workshop Policy Lab for Sustainable Procurement RIDF 2021: Identifikasi Tantangan Kebijakan UMKM

October 05, 2021

JAKARTA – Untuk mewujudkan pengadaan barang dan jasa berkelanjutan, ada tiga hal yang sudah dicanangkan pemerintah. Pertama, undang-undang yang diturunkan pada regulasi ke masing-masing kementerian/lembaga sehingga ada sistem yang teratur. Kedua, akses secara elektronik dengan sistem berkelanjutan yang bisa diakses dari mana pun. Ketiga, komitmen dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk memperbaiki dan memenuhi persyaratan dalam pengadaan barang dan jasa.

 

Pada UMKM sendiri, dampak dari Covid-19 cukup signifikan, yaitu adanya penurunan permintaan dan keterbatasan modal usaha. Selain itu, kendala lainnya adalah keterbatasan fleksibilitas pasokan dan operasional dari bahan baku, terutama bahan baku yang di dapat dari negara yang terdampak Covid-19, sektor makanan dan minuman dan industri pengolahan, serta penyediaan akomodasi,” tutur Direktur Pengembangan Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi Kementerian PPN/Bappenas Ahmad Dading Gunadi dalam Workshop Policy Lab for Sustainable Procurement (PLSP) Road to Indonesia Development Forum (RIDF) 2021, Selasa (5/10).

 

Saat ini, UMKM mendominasi jumlah pelaku usaha nasional, sebesar 99,9 persen, dengan kontribusi sekitar 57,24 persen terhadap total Produk Domestik Bruto. Untuk itu, pemerintah membuat arah kebijakan terkait percepatan pertumbuhan ekonomi bagi UMKM. “Kita sudah tuangkan kebijakan ini mulai 2021, agar pada 2022, dapat memperkuat pertumbuhan ekonomi serta pertumbuhan berkualitas dan keadilan, yang terpenting dapat meng-create market  yang besar untuk UMKM,” kata Direktur Dading.

 

Terkait dengan aturan pengadaan barang dan jasa, dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib mengalokasikan sedikitnya 40 persen produk jasa usaha mikro kecil, serta koperasi dari hasil produksi dalam negeri dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.

 

Sekretariat Lingkar Temu Kabupaten Lestari/Tim Kerja PLSP Desriko Malayu Putra mengamini guncangan yang dihadapi UMKM akibat pandemi Covid-19. “Jika kita hubungkan dengan kebijakan pemerintah yang sudah ada, yaitu melalui kampanye Bangga Buatan Indonesia, bisa kita lihat bagaimana UMKM tersentuh dari kampanye itu, terutama saat masa-masa pandemi,” ujarnya.

 

Desriko juga menekankan pemerintah sebaiknya mendedikasikan anggaran yang dialokasikan menjadi belanja yang diutamakan kepada sektor UMKM sehingga berdampak kepada sektor ekonomi. Dalam implementasinya, pengadaan barang dan jasa yang berkelanjutan dapat diterapkan di semua lini, semisal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang sudah memiliki panduan terkait pengadaan barang berjasa yang ramah sosial, lingkungan, serta sudah menerapkan bagian dari pencapaian dan indikator Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals.

 

Berlangsung selama tiga hari, yakni 5-7 Oktober 2021, Workshop PLSP yang dihadiri kementerian/lembaga dan pemerintah daerah menawarkan kesempatan bagi pemangku kepentingan ekosistem utama untuk berkontribusi pada penetapan agenda kebijakan, meningkatkan implementasi kebijakan, dan membuat rekomendasi untuk meningkatkan penargetan kebijakan. Kolaborasi lintas kelompok pemangku kepentingan, meliputi praktisi kebijakan hingga organisasi pendukung UMKM dan UKM, sangat penting untuk bersama-sama membentuk lanskap kebijakan Indonesia dan menciptakan iklim kebijakan yang kondusif dan suportif bagi UMKM. 

 

Workshop PLSP juga bertujuan untuk mengidentifikasi tantangan pada kebijakan yang berhubungan dengan UMKM eco-inclusive hingga mengembangkan prototipe solusi dari tantangan yang dihadapi.  Program ini diharapkan mampu melahirkan rekomendasi strategis dan pola implementasi yang dapat digunakan pembuat kebijakan, baik nasional maupun regional, sebagai pedoman untuk pengembangan dan pertumbuhan UMKM yang berkelanjutan.

 


--> -->