Resiliensi Industri Manufaktur Teruji Hadapi Pandemi

September 27, 2021

JAKARTA - Kinerja industri manufaktur Indonesia menunjukkan pertumbuhan positif, seiring dengan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang juga selalu meningkat. Pada triwulan II-2021, pertumbuhan sektor industri pengolahan non migas meningkat sebesar 6,91 persen dan berkontribusi sebesar 17,34 persen terhadap PDB nasional. Angka ini lebih tinggi dibandingkan sektor ekonomi lainnya.

“Resiliensi industri manufaktur setidaknya telah teruji dalam dua krisis, yaitu krisis ekonomi 1998 dan krisis pandemi Covid-19, di mana industri manufaktur mampu kembali bangkit setelah sebelumnya mengalami tekanan yang sangat kuat,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan resmi pada Rabu (15/9).

Menteri Agus menekankan, selain pertumbuhan positif dan kontribusi terhadap PDB yang selalu meningkat, investasi di sektor manufaktur juga selalu bertambah. Selain itu, kontribusi ekspor manufaktur selalu dominan dalam struktur ekspor nasional, serta resiliensi yang tinggi terhadap gejolak lingkungan, termasuk terhadap krisis. “Realita kinerja industri manufaktur tersebut dengan demikian menepis pandangan bahwa tengah terjadi deindustrialisasi di Indonesia,” tegasnya.

Kinerja gemilang industri ditandai dari Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia dalam delapan bulan terakhir, sejak November 2020, berada di level 50 atau dalam fase ekspansif. Pada Juni, posisinya berada di angka 53,5. PMI manufaktur sempat terkontraksi ke level 40,1 akibat dampak pembatasan mobilitas dan operasi industri saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Namun, pada Agustus 2021, posisi PMI manufaktur Indonesia kembali berada di angka 43,7.

Ketangguhan lainnya tercermin dari capaian nilai ekspor industri pengolahan non migas pada Januari-Juli 2021 yang mencapai USD 94,62 miliar atau berkontribusi sebesar 78,47 persen dari total ekspor nasional. Jika dibandingkan dengan Januari-Juli 2020 (c to c), kinerja ekspor industri manufaktur pada Januari-Juni 2021 meningkat sebesar 31,36 persen. Angka ini lebih tinggi dari capaian sepanjang 2020.

Sejak pandemi Covid-19, Kementerian Perindustrian terus menyempurnakan kebijakan implementasi pelaksanaan protokol kesehatan dalam operasional dan mobilitas kegiatan industri, bahkan saat PPKM, sebagai salah satu cara pemerintah untuk membendung dan memutus mata rantai penyebaran Covid-19.

“Melalui kebijakan tersebut, aktivitas sektor industri, baik itu yang berkaitan dengan aspek kesehatan dan keselamatan kerja serta manajemen perusahaan, maupun keberlangsungan proses produksinya dapat terus berjalan baik. Jadi, sektor industri diharapkan dapat menjadi motor penggerak dalam upaya pemulihan ekonomi nasional,” paparnya.

Guna mencapai sasaran tersebut, Kemenperin menerbitkan Surat Edaran Menteri Perindustrian, yang di antaranya berkaitan dengan implementasi Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI). “Yang terakhir kami terbitkan adalah SE Menperin Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perubahan SE Nomor 3 Tahun 2021 tentang Operasional dan Mobilitas  Pada Masa Kedaruratan Covid-19,” tutur Agus.

Beberapa penyempurnaan yang diatur di dalam SE Menperin 5/2021 tersebut, antara lain mengenai penjelasan operasional dan mobilitas kegiatan industri. Hal ini meliputi seluruh aktivitas perusahaan industri dan perusahaan kawasan industri sepanjang rantai nilainya, mulai dari pengadaan barang baku dan bahan penolong dari pemasok, operasional produksi dan pendukungnya, sampai dengan distribusi produk, termasuk mobilitas dan aktivitas staf, pekerja, karyawan, atau pegawainya.

“Selain itu, di SE Menperin yang baru juga ada pengaturan tentang penggunaan aplikasi PeduliLindungi, sehingga pegawai dapat terpantau dengan baik. Kami juga melaksanakan vaksinasi untuk pelaku industri dan tenaga kerja perusahaan di bidang industri di area Jawa-Bali, dengan target 5 juta orang atau sebanyak 10 juta dosis yang dilaksanakan sejak Juli 2021,” ungkap Agus.


--> -->