Peluang Ekspor Besar, IKM Masih Segmented

July 13, 2021

JAKARTA - IKM memberikan kontribusi sebesar 99,7 persen terhadap unit usaha di Indonesia, dengan tenaga kerja 66,25 persen dari seluruh tenaga kerja indonesia. Akan tetapi, nilai output UKM terhadap industri itu hanya 21,22 persen. Hal ini menjadi pekerjaan rumah semua pihak, karena pasar UKM terlalu segmented dan dan belum mampu memenuhi mass production. Pemerintah terus melakukan pembinaan kepada industri kecil menengah mengacu PP No. 29 Tahun 2018 tentang pemberdayaan industri agar berdaya saing yang tinggi dan bisa ekspor. “Intinya adalah sebenarnya industri kecil dan menengah itu unit usahanya banyak dan yang bekerja di situ juga banyak.  Jadi sebenarnya adalah untuk pengentasan angka kemiskinan melalui memperluas kesempatan kerja. Kalau hubungan sama industri itu pasti dalam rangka memperkuat struktur industri nasional,” tutur Direktur Jenderal industri Kecil Menengah dan Aneka (IKMA), Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih dalam Inspiring Session Road to Indonesia Development Forum, pada Selasa (29/6)

Saat ini pemerintah mempunyai 5 program inti untuk IKM yaitu akses pembiayaan, akses sumber bahan baku, fasilitas teknologi dan sarana prasarana produksi, peningkatan kualitas dan produk dan keahlian SDM, dan peningkatan akses pasar.  Saat ini pemerintah melalui Kementerian Perindustrian mulai mengarah digitalisasi sesuai  program 4.0 dengan mewujudkan target Indonesia Maju 2030 akan terwujud.

Dalam mendongkrak ekspor agar produk diterima di pasar ekspor diperlukan standar kualitas dengan memperkuat IKM lewat pembangunan sarana produksi, memberi sistem teknologi informasi yang sangat bagus dan mempermudah akses bahan baku, serta kemitraan usaha.  “Masalah pasar ekspor untuk IKM adalah kebanyakan IKM tidak begitu punya pengetahuan yang besar tentang pasar ekspor dan cara menembusnya, serta tentang dokumentasinya. Mereka juga keberatan dengan akses pembiayaan ekspor, kurang efisien dalam distribusi dan tidak mempunyai kemampuan produktivitas untuk memenuhi standar yang diperlukan oleh pasar ekspor,” tutur Gati.

Direktur CV Cocoon Asia Djudjuk Aryati juga melihat Indonesia memiliki potensi untuk masuk ke pasar ekspor karena memiliki sumber daya, khususnya untuk industri mebel Indonesia merupakan hutan ketiga terbesar di dunia dan pemasok rotan terbesar dunia. Sementara itu, Indonesia juga memiliki sumber daya manusia terbesar kedua setelah Tiongkok, tenaga ahli banyak dan pengrajin terampil, pelaku usaha yang tangguh dan IKM tersebar, serta iklim investasi yang inklusif. Menurutnya saat ini permasalahan bahan baku sampai dengan pemasaran telah dibantu oleh pemerintah, hanya saja salah satu yang menjadi perhatian yaitu vokasi industri. “Vokasi itu sendiri kurangnya ada teknologi di SMK. Dalam praktek kerja di SMK cenderung menggunakan mesin kuno. Begitu lulus, tidak bisa beradaptasi dengan teknologi baru,” tutur Djudjuk.

Dia menambahkan strategi prioritas mendongkrak ekspor yaitu peningkatan frekuensi pelatihan, standarisasi produksi agar memenuhi persyaratan ekspor, fasilitas penyediaan mesin utama dan peralatan produksi yang modern, informasi pasar, fasilitas pendampingan dan sertifikasi, promosi pameran ekspor level nasional dan internasional, dan fasilitas permodalan.

Program pemerintah selama ini juga mengantarkan Vice President Director CV Samara Micron Saleronell ST Irvan untuk mengembangkan perusahaan yang dia miliki. “Kebetulan karena kami waktu itu masuk program Indonesia Food Innovation, di situ banyak sekali informasi yang benar-benar berguna buat kami. Nah setelah Indonesia Food Innovation itu, kami mendapatkan insight yang akhirnya memutuskan untuk menyusun strateginya, dan fokus kami kepada pasar dalam negeri dulu. Kami ini sekarang berfokus untuk develop produk,” jelasnya.

CEO PT FIN Komodo Teknologi Ibnu Susilo menyampaikan bahwa  syarat bisa naik kelas yaitu membuat principal sendiri untuk produk yang berbasis teknologi. “Selain itu membangun database R&D secara mandiri, membangun supply chain, merambah pasar domestik terlebih dahulu, mengembangkan after sales, teknologi adalah klub budaya, dan menjalankan visi dan misi,” tutur Ibnu.

Shopee sebagai salah satu e-commerce terbesar di Indonesia juga ikut melakukan pembinaan kepada 40 kota di Indonesia melalui pengembangan komunitas seller yang dibantu oleh staf lokal. Saat ini Head Of Public Policy & Govrel Shopee Radityo Triatmojo mengklaim sudah membina 60.000 UKM dan berhasil menaikkan transaksi UKM sebesar 61 persen. “Kami membuat satu ekosistem untuk para IKM di Shopee melalui kampus Shopee. Pelatihan itu gratis, secara online, belajar tentang cara menggunakan wadah online untuk jualan, menghemat biaya operasional karena pelajarannya online semua, mengembangkan relasi usaha, dan bergabung dengan komunitas,” kata Radityo.  Menurutnya, perusahaan juga aktif membimbing UKM lokal untuk ekspor dengan dihubungkan ke enam negara, yaitu Thailand, Vietnam, Singapura, Filipina, Malaysia dan Brazil.


--> -->