Sektor Industri Unggulan Siapkan Strategi Baru Beradaptasi dengan Pandemi

July 08, 2021

JAKARTA - Dalam meraih sektor industri unggulan diperlukan perhatian berbagai pihak terhadap 5 sumber daya industri. Pertama, sumber daya manusia, strateginya cara bisa membuat skill set di sumber daya industri. Kedua, sumber daya alam. Ketiga, teknologi dan keempat kreativitas dan inovasi, atau entrepreneurship. Kelima, sumber daya finansial, kelemahan Indonesia belum ada peraturannya dan undang-undangnya. Hal ini dijelaskan Dosen ITB Prof Dradjad Irianto dalam Inspiring Session Road to Indonesia Development Forum (RIDF), Selasa (29/6). “Prasyaratnya yaitu kepastian berusaha, ekosistem yang berkaitan dengan iklim bisnis, ekosistem logistik yang masih sangat lemah, sertifikasi, akreditasi dan standardisasi” kata  Prof Dradjad.

Industri kosmetik sebagai salah satu subsektor unggulan setahun terakhir beradaptasi akibat pandemi Covid-19. Direktur Utama PT. Martina Berto Bryan Tilaar mengatakan perusahaannya punya visi menjadi perusahaan kecantikan yang terbesar di dunia, menempatkan penelitian sebagai nilai tambah. Misinya memasarkan produk kecantikan, kondisi keuangan sehat, tenaga kerja yang kompetitif, teknologi efisien, good governance, keuntungan, pasar internasional. Pada 2020-2021 Martina Berto memiliki strategi yaitu setiap bisnis profit center, tidak boleh satu bisnis bergantung kepada bisnis lain dan hanya mencari klien yang di luar grup. Kedua, perbaikan sales, efisiensi internal, expenses profit loss serta meningkatkan produktivitas assets. Ketiga, meningkatkan bisnis existing dan new clients. “Strategi setelah 2021 mempertahankan dan meningkatkan bisnis dengan fokus pada produk make up, perawatan kulit tubuh, rambut, jamu imunitas serta extract.  Selain itu juga joint venture dan akuisisi,” tutur Bryan.

Lain halnya dengan P&G yang memiliki strategi yaitu pertama meningkatkan jumlah konsumen, yaitu pertama kelas menengah asia-pasifik yang saat ini sedang populer. Indonesia dengan pasar low ke middle class memiliki pergerakan sangat cepat. Kedua, meningkatkan jumlah belanja konsumen konsumen asia pasifik menuntut produk premium dan terjangkau. Ketiga,  menyediakan di banyak tempat. “Kami sudah dan akan terus memaksimalkan kolaborasi kuat dengan pemasok lokal di berbagai bidang. Sekarang, hampir seluruh raw packing material kami berasal dari industri lokal. Beberapa supplier kami sekarang tidak cuma supply buat P&G Indonesia, tapi buat P&G di negara lainnya juga. Kita bantu ekspor raw material packaging Indonesia ke negara-negara lain untuk P&G cabang sana. Ini akan terus kita maksimalkan agar industri Indonesia dapat tetap bersaing secara unggul di industri-industri negara lain,” ujar Market Planning Director P&G Indonesia Amalia Dwi Putri.

Sementara itu, industri dirgantara merupakan paling terkena dampak besar pandemi Covid-19, terutama industri maintenance, repair, overhaul (MRO). Sebelum Covid-19, selama 10 tahun ke depan pertumbuhan industri aviasi dan industri pendukungnya yaitu industri MRO memiliki tren positif secara global, khususnya are Asia Pacific (4%) tertinggi dibandingkan rata-rata global. Di sisi lain tingkat penyerapan pasar MRO domestic masih kurang dari 50%. Akan tetapi, dampak Covid-19 hampir seluruh industri global melelah, industri penerbangan yang paling terdampak sehubungan dengan travel restriction diberlakukan seluruh negara. Selama masa pandemi ini, industri MRO yang paling menelan kerugian akibat jumlah pesawat dalam keadaan grounded secara masif. “GMF Aeroasia melakukan modifikasi dari passenger beralih mendukung layanan penerbangan cargo. Pertumbuhan bisnis GMF naik 12 persen tahun 2019 ke 2020 dan naik 32% dari 2020 ke 2021. Selain itu juga peluang bisnis private jet, industri pertahanan yang kami lakukan untuk survival dalam pandemi, industri gas turbin,” terang CEO PT Garuda Maintenance Facility (GMF) Aeroasia Tbk I Wayan Susena.

Hal yang sama dialami PT Pudak Scientific yang merupakan satu dari 11 perusahaan yang mempunyai ijin resmi untuk membuat komponen pesawat terbang yang berlokasi di Bandung. Sejak pandemi Covid-19 terjadi penurunan sangat signifikan ke daily flights. Sampai saat ini belum kembali ke kondisi yang optimal. Aktivitas penerbangan di Asia Pasifik kembali turun 30 persen gara-gara arus kedua Covid-19 di beberapa negara Asia. “Imbasnya ke produksi industri penerbangan pada 2020 volume pesawat yang di-delivery pabrik seperti Airbus atau Boeing turun 65 persen. Volume itu akan berubah, kenaikan hanya sedikit. Volume pesawat yang diproduksi oleh global players akan kembali normal paling cepat 2024 atau 2025. Pertimbangan maskapai sekarang lebih ke pesawat single-aisle dan fokus lebih terhadap penerbangan domestik,” jelas Direktur PT Pudak Scientific Andreas Wangsanegara.

Menurut Andreas pekerjaan rumah Indonesia yaitu mengimplementasikan standar kualitas, memperbaiki budaya kerja, pengembangan SDM yang lebih memadai dan berbasis STEM, sustainability, dan kerjasama antar lembaga pemerintah untuk memberi insentif tambahan seperti relaksasi pajak, revisi regulasi impor, pemberian insentif lahan dan mengundang investor untuk melirik industri manufaktur penerbangan Indonesia. 


--> -->