Melibatkan Milenial dalam Perencanaan Pembangunan yang Inklusif

August 26, 2019

Fatma Adila (paling kiri) di acara IDF 2019.

“Forum ini menjadi sangat penting, khususnya bagi kami penyandang disabilitas, kami dapat menyalurkan aspirasi kami supaya kebijakan dalam bidang ketenagakerjaan menjadi lebih inklusif.”

 

Ucapan itu meluncur dari Fira Fitria (32), anggota Organisasi Disabilitas Turban (ORBIT), yang merupakan salah satu peserta Indonesia Development Forum (IDF) 2019. Fira adalah pengidap cerebral palsy. Bersama sekitar 80 penyandang disabilitas lainnya, Fira yang menggunakan kursi roda dalam aktivitasnya sehari-hari ini terlibat aktif dalam berbagai sesi diskusi yang berlangsung selama penyelenggaraan IDF 2019 pada 22 – 23 Juli 2019 di Jakarta Convention Center.

 

Pada IDF 2019 kali ini, penyandang disabilitas memang mendapat undangan khusus untuk berpartisipasi dalam seluruh rangkaian acara. Ini tak lepas prinsip pembangunan inklusif yang menjadi poin inti pada penyelenggaraan IDF setiap tahunnya. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) selaku penggagas IDF menilai penyertaan komunitas penyandang disabilitas, perempuan dan angkatan kerja dari wilayah terluar Indonesia yang masih sulit mengakses kesempatan kerja modern adalah salah satu kunci penting pertumbuhan ekonomi.

 

Selain kelompok rentan, gelaran tahunan terbesar IDF 2019 yang baru saja usai ini dihadiri oleh lebih dari 2.950 peserta yang sebagian besar di antaranya adalah generasi milenial. Antusiasme peserta tidak hanya terlihat pada sesi-sesi diskusi, namun juga dari padatnya pengunjung pada pasar seni dan ide, serta sesi khusus berjejaring bagi start-up, Inclusive Digital Economic Accelerator Space (IDEAS).  

 

“Pembelajaran terbesarnya adalah bahwa kolaborasi diperlukan oleh industri dalam menyelesaikan permasalahan.” kata Utari Octavianty (26), salah satu pendiri Aruna.id, aplikasi yang diciptakan untuk mempertemukan nelayan dengan pembeli, yang menjadi peserta sesi IDEAS. 

 

Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, tidak seperti forum pada umumnya, IDF tidak menggunakan komunikasi satu arah. Para pembicara yang menjadi pemantik diskusi dan seluruh peserta diskusi sama-sama memberikan kontribusi dalam memberikan masukan bagi penyusunan perencanaan pembangunan.

 

“Sejak 2017, IDF kami desain sebagai pijakan bagi penyusunan perencanaan pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif dengan melibatkan ide serta gagasan dari akar rumput, akademisi, mitra pembangunan maupun pelaku pembangunan lainnya. Tahun ini kami merasa senang melihat antusiasme anak muda dalam berkontribusi guna menyiasati berbagai tantangan pembangunan. Kami optimistis berbagai ide dan kolaborasi yang muncul akan memberikan energi baru dalam merealisasikan program-program pembangunan yang inklusif,” ujar Brodjonegoro.  

 

IDF 2019 mengangkat tajuk “Mission Possible: Memanfaatkan Peluang Pekerja Masa Depan untuk Mendorong Pertumbuhan Inklusif”. Tema ini dipilih mengingat Indonesia akan segera memasuki masa puncak bonus demografi, dengan proyeksi jumlah penduduk usia produktif mencapai 68 persen atau setara dengan 200 juta orang. Agar dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, strategi dan perencanaan matang dalam meningkatkan produktivitas sumber daya manusia perlu segera disiapkan. Oleh karena itu, keterlibatkan generasi milenial termasuk di dalamnya kelompok rentan dalam rangkaian kegiatan IDF 2019 menjadi penting.

 

Berdasarkan hasil diskusi dari 41 sesi yang diampu oleh 245 pembicara nasional dan internasional dengan berbagai latar belakang profesi, IDF 2019 menghasilkan sejumlah rekomendasi. Brodjonegoro menyebutkan bahwa empat pilar rekomendasi kebijakan terkait ketenagakerjaan tersebut adalah mendorong pembentukan dan pertumbuhan usaha baru, modernisasi usaha rumah tangga dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) agar berdaya saing global, mempromosikan kebijakan ketenagakerjaan yang inklusif dan mempersiapkan tenaga kerja dengan keahlian masa depan.

 

IDF 2019 juga menyimpulkan bahwa untuk bisa beradaptasi mengantisipasi perubahan teknologi, tenaga kerja Indonesia perlu diasah supaya memiliki empati sosial, kreativitas, kemampuan berpikir tanggap dan cepat, adaptif, serta memiliki literasi terhadap data dan teknologi. Oleh karena itu, perlu ada regulasi yang bisa mendorong sektor industri berinvestasi di bidang penelitian dan pengembangan. Pemanfaatan big data untuk memantau sekaligus mempertemukan kebutuhan tenaga kerja dengan sektor industri yang sesuai juga akan semakin memainkan peran penting di masa depan.

 

“Menyusun kebijakan terkait ketenagakerjaan adalah prioritas, terlebih puncak bonus demografi akan mewujud nyata dalam dua tahun. IDF 2019 menjadi salah satu tonggak penting dalam upaya kolaboratif antarlembaga dan kementerian, serta pemangku-pemangku kepentingan terkait guna mendorong ekonomi Indonesia yang lebih maju,” tambah Bordjonegoro.

 

Berbagai ide dan praktik baik yang disajikan dalam IDF 2019 ini akan menjadi masukan bagi pemerintah untuk menyusun dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Dengan demikian, proses penyusunan strategi penciptaan kesempatan kerja dalam RPJMN menjadi lebih partisipatif dan mempertimbangkan kondisi terkini yang sedang berkembang.

 


--> -->