IDF 2019: Menuju UMKM Digital Berdaya Saing Global

August 08, 2019

Sesi Imagine Developing Globally Competitive Micro, Small and Medium Enterprises

Kementerian Koperasi dan UKM RI mencatat pada Desember 2018 terdapat kontribusi 60 juta unit UMKM sebesar 60,34 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Kontribusi ini mampu membantu penyerapan tenaga kerja hingga 97 persen dari total tenaga kerja nasional. Jumlah usaha kecil di Indonesia mencapai 93,4 persen, usaha menengah 5,1 persen, dan besar hanya 1 persen. Presiden Joko Widodo dalam berbagai kesempatan meminta agar UMKM harus naik kelas dan tidak hanya bertahan di usaha kecil saja. 

 

Salah satu pilar kebijakan hasil Indonesia Development Forum (IDF) 2019 adalah perlunya upaya modernisasi UKM dan usaha rumah tangga agar bisa bersaing secara global. Upaya ini sangat penting mengingat Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tidak saja menjadi penggerak roda ekonomi di Indonesia, namun juga berperan dalam penciptaan peluang kerja di seluruh Indonesia. UMKM menjadi kunci untuk rancang bangun pembangunan yang inklusif dengan mempertemukan bisnis besar dengan bisnis kecil agar pemerataan ekonomi dapat menyentuh semua lapisan masyarakat.

 

Praktik-praktik baik di lapangan, tantangan serta solusi yang diharapkan dapat meningkatkan pembangunan ekonomi melalui UMKM menjadi salah satu topik utama yang dibahas pada IDF 2019 yang berlangsung 22-23 Juli 2019. IDF 2019 mengangkat tema besar Mission Possible: Memanfaatkan Peluang Pekerjaan Pekerjaan Masa Depan untuk Mendorong Pertumbuhan Inklusif.”

 

Jonathan Mitchell, Portfolio Leader, Oxford Policy Management Ltd, menilai Indonesia termasuk dalam sepuluh besar negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat, salah satunya karena pesatnya pertumbuhan UMKM. Hal ini disampaikan Jonathan pada sesi diskusi “Inspire 5: Membangun Bisnis UMKM yang Kompetitif” pada gelaran IDF 2019 hari pertama, 22 Juli 2019.

 

Lalu apa saja yang harus dilakukan untuk menggenjot produktivitas dan kualitas UKM agar bisa naik level?

 

Untuk bisa mempromosikan pembangunan ekonomi yang inklusif, Jonathan menyampaikan perlu ada dorongan agar bisnis-bisnis kecil ini menjadi produsen ekspor ke pasar global, tentunya dengan peningkatan kualitas produk. Penting pula mendukung pengusaha UMKM agar memiliki aset, misalnya menjadi pemilik tanah yang dibutuhkan oleh bisnis.

 

“Pertumbuhan inklusif akan lebih mudah dicapai dengan kolaborasi antara perusahaan besar dengan ekosistem bisnis UMKM yang kaya akan potensi pasar baru, yang dilakukan berdasarkan prinsip business to business yang menguntungkan kedua belah pihak,” ujar Jonathan.

 

Sementara itu, Januar Rustandu, Project Manager, International Labour Organization (ILO) dalam Sesi Ideas and Innovations Marketplace bertema “Connecting for Scaling Up” mengemukakan UKM perlu melakukan SCORE Training. SCORE Training merupakan program global di 15 negara di dunia yang bertujuan untuk memperbaiki hubungan antara pimpinan dan karyawan agar dapat meningkatkan produktivitas UKM. Program ini akan ditujukan untuk UKM di Indonesia.

 

“Masalah UKM di Indonesia antara lain adalah tidak adanya catat-mencatat, masalah tata letak ruangan, faktor Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), dan lain-lain. Masalah lain adalah tidak adanya hubungan yang kuat antara pimpinan dan karyawan. Pimpinan yang arogan kondisi pekerja yang tidak layak, tidak aman, dan tidak sehat sering ditemukan di UKM. SCORE Training di sini ada untuk menghilangkan hal-hal tersebut,” papar Januar.

 

Go Online, Go Global

 

Pada era serba digital seperti saat ini, teknologi ikut memainkan peran krusial dalam mendorong perkembangan UMKM agar dapat berkompetisi di panggung global. Nika Pranata, Peneliti LIPI dan pemenang Pengajuan Proposal (Call for Submission) IDF 2019, menyebutkan bahwa di era perdagangan tanpa batas sekarang ini, setidaknya ada tiga hal yang dapat dilakukan oleh para pemangku kepentingan secara bersama-sama untuk meningkatkan daya saing UMKM. Ketiga langkah itu adalah, (1) perlindungan domestik dengan penetapan peraturan perdagangan lintas negara, (2) peningkatan domestik dengan UMKM go digital go online, dan (3) ekspdorongan ansi global dengan perbaikan sarana dan prasarana perdagangan lintas negara.

 

Pada sesi Innovate berjudul “Developing Globally Competitive Micro, Small and Medium Enterprises” menampilkan pembicara Rifki Pratomo, CEO Andalin. Rifki menjelaskan Andalin memiliki misi untuk membantu para UKM untuk mencapai pasar global.

 

“Platform seperti kami membantu para pelaku usaha kecil dan menengah untuk melakukan ekspor dengan tingkat efisiensi yang lebih tinggi, termasuk benefit yang akan mereka rasakan, seperti cost saving, time saving, dan juga informational data,” kata Rifki.

 

Masih soal mencapai pasar global, Ari Satria, Direktur Pengembangan Produk Ekspor kementerian perdagangan menyebut, banyak UKM yang tidak tahu mengenai biaya maupun regulasi tentang ekspor. 

 

“Ini merupakan dampak dari kurangnya sosialisasi pemerintahan kepada pelaku usaha sehingga komersialisasi UKM belum berjalan secara maksimal. Ini juga salah satu challenge bagi pemerintah untuk membantu masyarakat mendapatkan pelatihan tentang ekspor barang maupun jasa,” ujar Ari. 

 

 

Terobosan Digital untuk  Genjot Usaha Sosial  

 

Maraknya usaha sosial dengan memanfaatkan teknologi untuk menjawab permasalahan sosial menjadi potensi lain yang dipercaya mampu mendorong pertumbuhan ekonomi. Bahkan, terobosan usaha sosial ini berhasil ke sektor-sektor yang selama ini dianggap masih bergerak lamban dalam adaptasi dunia digital, misalnya pertanian, kelautan, perikanan, dan sektor lainnya.

 

Salah satu usaha sosial yang berbagi inspirasi mengenai bisnisnya di IDF 2019 adalah Utari Octavianty, Aruna Indonesia. Aruna membagikan cerita tentang upaya efisiensi mata rantai perdagangan perikanan dengan bermitra langsung bersama lebih dari 2.000 nelayan sehingga bisa memberi manfaat yang maksimal kepada mitra nelayan dan pembeli Aruna. Ada pula model bisnis lain seperti yang dijalankan HARA, memanfaatkan inklusi data untuk meningkatkan produktivitas petani.

 

“Data-data krusial seperti data petani dan luas lahan sangat penting untuk pinjaman modal dan penghitungan risiko, namun seringkali data ini tidak tersedia. Ketidaktersediaan data ini membuat produktivitas petani menjadi lebih rendah, misalnya (dibanding) dari Vietnam. Padahal hasil kita tertinggi di Asia, atau 2,5 kali lipat lebih besar dari Vietnam. Kami yakin persoalan ini bisa dijawab melalui teknologi digital, yang pada akhirnya dapat meningkatkan komoditas ekonomi dari sektor pertanian itu sendiri,” ujar Imron Zuhri, Co-Founder HARA.

 

Kunci dari pembangunan ekonomi melalui UMKM ataupun usaha sosial adalah kolaborasi yang baik dengan industri-industri besar yang lebih mapan dan pemanfaatan teknologi. Dukungan pengembangan kreatif dan usaha sosial merupakan upaya yang efektif untuk menanggulangi pengangguran dan ketimpangan pertumbuhan ekonomi, serta membangun masyarakat yang inklusif ke depan.

 

Rekomendasi penting yang disampaikan oleh pembicara serta peserta forum internasional IDF 2019 ini akan menjadi bahan pertimbangan untuk penyusunan kebijakan strategi pengembangan UMKM Indonesia dan pemantapan usaha sosial. Tujuannya agar bisa terus tumbuh menyesuaikan dengan perkembangan teknologi serta menghadapi tantangan yang semakin beragam.


--> -->