IDF 2019: Belajar dari Praktik Cerdas Ketenagakerjaan Inklusif untuk Perempuan dan Penyandang Disabilitas

August 06, 2019

Sesi Inspire "Decent Work for Women in The Informal Sector.

Indonesia Development Forum (IDF) 2019 banyak melibatkan kelompok disabilitas maupun para pembicara yang memiliki peran besar bagi penciptaan ketenagakerjaan inklusif bagi kelompok rentan.  Salah satu fokus bahasan yang menjadi sorotan yakni pemanfaatan teknologi untuk mendorong serapan kerja yang lebih tinggi bagi tenaga kerja penyandang disabilitas. Pemanfaatan teknologi inilah yang dilakukan oleh Kerjabilitas, sebuat platform website yang membantu penyandang disabilitas bertemu dengan perusahaan. 

 

Menurut Rubby Emir CEO Kerjabilitas.com, dua dari 10 perusahaan tahu tentang disabilitas dan satu dari dua perusahaan yang tahu tentang disabilitas sepakat untuk mempekerjakan disabilitas.

 

“Sisanya, yaitu sembilan perusahaan masih belum ingin mempekerjakan disabilitas,” lanjutnya.  

 

Kata Rubby, ada banyak tantangan yang dihadapi perusahaan dalam mempekerjakan penyandang disabilitas antara lain dalam rekrutmen.

 

“Sebenarnya tantangan yang ada bisa ditangani dengan memberikan tindakan afirmasi. Misalkan, perusahaan dapat menggunakan jasa penerjemah bahasa isyarat dalam wawancara kerja, melakukan pelatihan karyawan dalam berinteraksi dengan pekerja disabilitas, atau mengadakan audit terhadap fasilitas kantor agar ramah terhadap pekerja dan tamu disabilitas,” saran Rubby untuk menjawab tentang perekrutan dalam Sesi INSPIRE Creating Inclusive Employment Opportunities

 

Pemahaman mengenai konsep disabilitas sangat penting ketika perusahaan ingin mempekerjakan penyandang disabilitas. Dengan sudut pandang yang tepat, perusahaan memahami konsep disabilitas sehingga mampu mendorong langkah yang efektif untuk mempekerjakan mereka. Putri Santoso, CEO Sampaguita Foundation and Co-founder Kopi Tuli menilai pemberi kerja yang fokus pada hambatan teman tuli akan kehilangan kesempatan emas.

 

“Seharusnya, pemberi kerja tidak terfokus pada hambatan yang dimiliki teman disabilitas, karena justru mereka kuat dalam praktik. Kami di Kopi Tuli sudah bisa membuktikan kepada masyarakat bahwa teman disabilitas tuli itu bisa dan memiliki potensi emas yang sangat luar biasa,” ujar Putri. . 

 

Meski begitu, upaya untuk membangun kebijakan inklusi bagi penyandang disabilitas di Indonesia mendapatkan apresiasi dari Jo Verrent, Senior Producer, UK Unlimited yang berbicara dalam sesi yang sama.

"Kecepatan pembangunan di Indonesia untuk memberdayakan para penyandang disabilitas luar biasa. Cara pemerintah dapat fokus dalam inklusi adalah luar biasa.  Saya benar-benar menghargai apa yang Anda lakukan di sini," kata Jo Verent. 

 

Saat ini, jumlah tenaga kerja penyandang disabilitas di perusahaan BUMN dan swasta terus menunjukkan peningkatan. Namun, jika ditilik dari segi persentase target kuota tenaga kerja disabilitas sebanyak 2 persen untuk BUMN/BUMD dan 1 persen untuk perusahaan swasta sebagaimana diatur dalam undang-undang, masih belum terpenuhi. Data Dinas Ketenagakerjaan pada 2019 menyebutkan jumlah tenaga kerja disabilitas pada 2018 mencapai 4,573 orang, atau hanya 0,96 persen dari jumlah tenaga kerja Indonesia. 

 

Menciptakan Peluang Kerja yang Setara untuk Perempuan

 

Target lain yang ingin dicapai oleh Pemerintah adalah peningkatan serapan tenaga kerja perempuan. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang P. S Brodjonegoro, seperti dikutip dari Bisnis Indonesia, mengharapkan agar peran perempuan dalam partisipasi angkatan kerja dapat terus meningkat supaya terjadi peningkatan dalam kualitas pekerja saat ini. 

 

Perempuan berpotensi memberikan kontribusi lebih besar kepada perekonomian. Kajian Dana Moneter Internasional 2017 menunjukkan kenaikan tingkat partisipasi perempuan satu persen bisa meningkatkan pertumbuhan produktivitas sebanyak 0,3 persen per tahun.

 

Selama 20 tahun, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) cenderung stagnan, dengan jumlah TPAK laki-laki sebesar 83,18 persen dan perempuan sebesar 55,50 persen. Meskipun TPAK perempuan secara umum terbilang stagnan, partisipasi perempuan berpendidikan tinggi dalam pekerjaan yang baik cenderung meningkat, sedangkan yang berpendidikan rendah terutama di pedesaan cenderung masuk lapangan kerja informal. 

 

Angka TPAK perempuan diproyeksikan dapat bertumbuh hingga 65 persen pada 2045. Jika melihat pada jumlah TPAK di Thailand, misalnya, dengan angka partisipasi 64 persen saja dapat terbentuk 20 juta angkatan kerja semi terampil dan terampil baru.

 

Bukan hanya peningkatan pada jumlah yang diharapkan, IDF 2019 juga menyoroti pentingnya penciptaan lapangan kerja yang produktif bagi perempuan, salah satunya yang masih kerap menjadi persoalan adalah mengurangi tingkat diskriminasi pada lingkungan kerja, utamanya pada sektor-sektor yang bersifat informal. 

 

“Kami harap pemerintah dapat terus bergerak untuk menyadarkan masyarakat dan para perempuan bahwa mereka berpotensi dan dapat berkontribusi terhadap perekonomian lokal maupun nasional. Perempuan tidak hanya butuh diberi uang, tetapi bagaimana menjamin perlindungan dan keadilan sosial baginya di tengah budaya patriarki,” tegas Nani Zulminarrani, Direktur PEKKA Foundation saat berbicara di sesi Inspire Special Session "Decent Work for Women in The Informal Sector".

 

Pada sesi Imagine berjudul “Creating Inclusive Employment Opportunities”, Wakil Ketua Komnas Perempuan, Budi Wahyuni menyoroti terjadinya ketimpangan hak antara laki-laki dan perempuan di dunia kerja. 

 

“Contohnya adalah ketika tidak mendapatkan cuti haid dan cuti kehamilan yang dimana perusahaan cenderung memutuskan kontrak pegawai, sehingga ketika ketika sang ibu ingin melamar kerja dengan perusahaan yang sama mereka harus memulai karir dari nol,” kata Budi Wahyuni. 

 

Dalam sesi yang sama hadir Josephine Satyono, Executive Director UN Global Compact Indonesia. Ia mengatakan dalam kajiannya, masih terdapat 6 persen perusahaan Indonesia yang tidak memiliki kesetaraan upah terhadap perempuan.

 

“Tapi, kabar baiknya sekitar 86 persen perusahaan terkemuka di Indonesia terdapat pertinggi perempuan di jajaran direksinya,” lanjutnya.

 

Pada dasarnya membangun perusahaan inklusi tidak harus dengan mengubah seluruh kebijakan perusahaan atau berpikir memerlukan biaya besar. Berbekal komitmen tinggi plus pemahaman terhadap kesetaraan, perusahaan atau organisasi yang inklusif bisa diwujudkan bersama.

 

Sesuai dengan tema yang diusung, “Mission Possible: Memanfaatkan Peluang Pekerja Masa Depan untuk Mendorong Pertumbuhan Inklusif”, IDF 2019 diharapkan mampu merangsang kebijakan-kebijakan dan praktik cerdas inklusif di bidang ketenagakerjaan. 

 

Peluang kerja inklusif tidak hanya berfokus pada peningkatan peluang kerja bagi tenaga kerja dengan disabilitas, tetapi juga menyoroti kebijakan-kebijakan terkait ketenagakerjaan bagi perempuan, pekerja migran, serta peluang kerja yang merata di Indonesia Timur.  Oleh karena itu, dalam IDF 2019 pada 22-23 Juli 2019, gagasan tentang kebijakan, gambaran mengenai praktik cerdas, pelajaran dari pengalaman pembangunan yang dapat diterapkan baik di tingkat akar rumput hingga nasional maupun internasional, mengemuka sepanjang diskusi. 

   

 


--> -->