IDF 2019, Bersinergi Ubah Pola Pikir Modal Ijazah untuk SDM Masa Depan

July 22, 2019

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyatakan lulusan dan calon tenaga kerja yang masih sekadar mengutamakan kelulusan ketimbang kompetensi. Menurut Menteri Bambang, kompetensi sangat penting untuk memasuki pasar kerja masa depan yang masuk ke revolusi industri 4.0.

“Ini harus diubah, bukan ijazah oriented, tapi competency oriented. Harus mengubah mindset dari sekadar ijazah menjadi ke kompetensi,” kata Bambang dalam sesi Inspire Plenary Transformasi Struktural Indonesia Development Forum (IDF) 2019 di Jakarta Convention Center 22 Juli 2019.  

Sementara itu, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan ke depan pekerjaan akan berbasis pada data, dan selalu berhubungan dengan Internet of Thing. Oleh karena itu, hal-hal tersebut harus dikuasai SDM ke depan, bahkan bukan bukan hanya kelompok milenial, tapi kelompok setelah milenial. 

“Saya menyebut kelompok ini Selenial, atau setelah milenial, yang nantinya bisa fokus ke managerial,” kata Menteri Airlangga sembari menambahkan kelompok selenial juga harus menyesuaikan diri menguasai teknologi.  

Menurut Deputi II Bidang Kajian dan Pengelolaan Bidang Prioritas Kantor Staf Kepresidenan, Yanuar Nugroho, peningkatan SDM sangat penting bukan hanya untuk menyongsong revolusi Industri 4.0, tapi juga karena akan ada bonus demografi pada 2030. 

“Hal-hal yang harus digarisbawahi, adalah menyiapkan kompetensi dan karakter yang punya daya saing, yang punya kemampuan bukan hanya untuk unggul, tapi juga punya kemampuan untuk berguna bagi pembangunan,” papar Yanuar dalam Sesi Khusus bersama Google berjudul “Skills of the future: Accelerating Indonesia’s Human Capital Transformation in the Age of New industrial revolution” yang sangat penuh dengan antusiasme peserta. 

Visi pemerintahan dalam pembangunan manusia adalah memastikan dari hulu ke hilir, pembangunan mencakup semua aspek. 

“Kalau ingin saya ringkas dalam tiga hal, pertama, di hulu memastikan layanan dasar, kita ingin memastikan mereka mendapatkan layanan kesehatan yang benar, layanan pendidikan yang baik, perlindungan sosial,” lanjut Yanuar. 

Di hilir pemerintah, menurut Yanuar, talenta berkualitas mendapatkan kesempatan peran untuk terlibat dalam pembangunan. 

“Dan di tengah-tengah itu menata kembali kebijakan, kita harus memastikan mendapat orang-orang terbaik dan kesempatan terbaik,” katanya.   

Untuk itu, ia mendorong keterlibatan swasta dan banyak pihak lain untuk peningkatan modal manusia.  Misalnya di bidang riset dan pengembangan. 

“Anda tahu, 80 persen investasi (Research and Development) masih berasal dari pemerintah, perlu men-drive swasta untuk lebih banyak investasi di R&D,” katanya. 

Ia menegaskan  persoalan modal manusia tidak bisa hanya diselesaikan oleh pemerintah. 

“Jangan menunggu pemerintah,” tegas Yanuar.  

Dalam lima tahun pemerintah telah menyiapkan infrastruktur sebagai modal. Ke depan, dibutuhkan partisipasi banyak pihak dalam menyiapkan SDM.  

Downstream, manajemen talenta melihat bagaimana talenta unggul di beberapa bidang dikelola,” lanjut Yanuar. 

Yanuar mencontohkan jangan sampai kasus, seperti Elias Pical yang punya merupakan juara tinju lalu berakhir menjadi satpam terjadi ke depan. Talenta di bidang apapun harus dikelola, dan menjadi tanggung jawab semua pihak. 

Bagaimana dengan peran dunia Pendidikan? Dekan Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, Mirna Andriani, menyoroti pentingnya menyesuaikan SDM dengan kebutuhan industri.  

“Apa yang bisa dilakukan universitas, yang dilakukan ilmu komputer UI, selama ini bekerja sama dengan industri melakukan beberapa hal, yaitu pemagangan bukan hanya dari dalam negeri api juga luar negeri,” jelasnya. 

Langkah lainnya adalah pihak Industri datang ke kampus dan menawarkan training, dengan topik-topik yang aplikatif dan dibutuhkan oleh perusahaan. Universitas Indonesia, kata Mirna, UI juga menggelar kelas project, yang merupakan kelas untuk menguji coba proyek di di dunia industri. Dalam hal ini, mentoring dilakukan oleh Industri. 

“Problemnya diberikan oleh industri, nah mahasiswa diminta menyelesaikan problem tersebut selama enam bulan,” tambahnya. 

Di tingkat pendidikan menengah, upaya menuju ke industri 4.0 dilakukan melalui pendidikan kejuruan.  Kepala Sekolah SMK St Mikael Surakarta, Albertus Murdianto mengatakan, “St Mikael yakin menjalani industri 4.0 tanpa meninggalkan pendidikan dasar kami disiplin, jujur, tanggung jawab, kerja keras dan inovasi,” katanya.   

Murdianto menyampaikan hal ini dalam sesi  Inspire 2 bertema “Reforming the Vocational Education  and Training (TVET) System for Future Job”. Masih soal pendidikan vokasi, Toto Purwanto, Team Leader Agency for International Development mengatakan saat ini dikembangkan Balai Pelatihan Kerja yang dikelola Kementerian Ketenagakerjaan. 

“Peserta BLK, tidak dibatasi lulusan jenjang pendidikannya  selama bisa baca tulis, BLK bisa dimanfaatkan siapa saja,” katanya.

Era Industri 4.0 adalah era tren otomatisasi dan pertukaran data dalam teknologi manufaktur, termasuk sistem cyber-physical, internet of things (IoT), komputasi awan, dan komputasi kognitif. Semua bergerak cepat dalam era ini, sehingga mereka yang menjadi aktor atau Sumber Daya Manusia (SDM) harus mampu mengimbangi pergerakan dengan modal memiliki keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan.  


--> -->