Pembicara Terpilih IDF 2019 Sub-Tema 3: Berbagi Ide tentang NaSi hingga Magang Inklusif

July 15, 2019

Zona Produksi atau NaSi setingkat kabupaten dan kota, dapat dikembangkan lahan-lahan baru secara terintegrasi untuk pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan. Foto: Antara

Dari 72 proposal untuk subtema 3:  Menciptakan Peluang Kerja yang Inklusif, siapakah Pembicara Terpilih pada gelaran Indonesia Development Forum 2019 yang mengulas tema besar, Mission Possible: Memanfaatkan Peluang Pekerjaan Masa Depan untuk Mendorong Pertumbuhan Inklusif?

Telah terpilih lima pembicara untuk bahasan Menciptakan Peluang Kerja yang Inklusif yaitu proposal dari Purnama Sari Pelupessy, Direktur Sang Akar Institute, Agus Pratiwi Program Manager & Peneliti Divisi Kebijakan Sosial di Article 33 Indonesia, serta  Marthella Rivera Roidatua Peneliti Ahli Kementerian Desa. Selain itu ada Francesco Hugo anggota Asosiasi Antropologi Indonesia dan Priliantina Bebasari, Peneliti dari Never Okay Project. Para pembicara akan memaparkan gagasannya dalam acara IDF 2019 pada 22-23 Juli mendatang di Balai Sidang Jakarta Convention Center.

Paparan bertajuk “Zona Produksi (NaSi)” akan dibawakan Francesco Hugo, anggota Asosiasi Antropologi Indonesia. Menurut Francesco, lewat perencanaan Zona Produksi atau NaSi yang setingkat kabupaten dan kota, dapat dikembangkan lahan-lahan baru secara terintegrasi untuk pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan darat-laut di setiap kabupaten/kota di Indonesia.

Tujuannya agar bonus demografi di perdesaan dan perkotaan akan mendapat pelatihan serta pendidikan untuk dapat bekerja dengan upah layak. Mereka juga memperoleh pemenuhan kebutuhan yang memadai di dalam NaSi.

“Hasil produksi akan didistribusikan untuk dikonsumsi anggota NaSi. Lalu kepada para pedagang di pasar-pasar, sebagiannya lagi akan didistribusikan ke Kantin Sehat di setiap kecamatan sebagai usaha promotif hidup sehat dan preventif penyakit,” tulis Hugo.

Hasil produksi NaSi akan didata melalui aplikasi terintegrasi pada setiap daerah dan produk akan didistribusikan sesuai kebutuhan. Setiap warga yang memiliki KTP dapat mengakses Kantin Sehat dengan membuat akun untuk memesan menu makanan sehat yang disajikan setiap bulannya. Lewat paparannya, Hugo akan menyampaikan dampak positif dari usulan zona produksi ini.

Purnama Sari Pelupessy, Direktur Sang Akar Institute, akan memeparkan makalah berjudul “Tren Gig Economy: Perlindungan Terhadap Perempuan Pekerja Layanan Domestik Sesuai Permintaan Sebagai Upaya Mewujudkan Kerja Layak”. O

Purnama menyoroti penyaluran pekerjaan domestik yang saat ini didominasi perempuan, yang dilakukan melalui platform berbasis aplikasi. Layanan pekerjaan domestik ini menimbulkan masalah terkait keamanan dan keselamatan perempuan di tempat kerja. Selain itu, kebijakan perusahaan juga dapat meningkatkan risiko bagi pekerja, akibat tekanan yang diberikan perusahaan.

“Pekerja didorong untuk mempertahankan reputasi atau meningkatkan penghasilan. Ras dan gender mempertajam kerentanan perempuan berada dalam kondisi kerja yang tidak aman karena situasi yang dialami dan tantangan yang dihadapi perempuan lebih kompleks,” tulis Puranama dalam paparan singkatnya

Indonesia sudah memiliki banyak penelitian tentang pekerjaan layanan berbasis aplikasi. Namun, belum ada penelitian khusus tentang perlindungan terhadap perempuan yang pekerja di layanan domestik dari kekerasan seksual. Lewat penelitiannya, Purnama ingin menyumbangkan gagasan baru tentang sistem dan mekanisme perlindungan perempuan yang bekerja melayani pelanggan layanan domestik dari kekerasan seksual.

Agus Pratiwi dari Article 33 Indonesia akan membahas tentang Program Padat Karya Tunai di Desa (PKTD) yang diselenggarakan oleh Kementerian Desa. Agus melontarkan dua pertanyaan proses evaluasi program PKTD. Pertama, tentang faktor-faktor yang mendorong keterlibatan perempuan dalam pembangunan desa melalui PKTD. Tahap perempuan masuk dalam PKTD dan pengaruhnya terhadap dampak gender adalah bagian dari pembahasan ini. Kedua, peluang pemberlakukan peraturan yang memungkinkan peluang inklusif bagi perempuan dalam PKTD.

Agus memfokuskan penelitiannya di Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat, dan Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Desa-desa di kabupaten terpilih memiliki tahapan aksesibilitas yang berbeda, walaupun keduanya mewakili pemenuhan kriteria sebagai prioritas PKTD pada 2018. Karena masuk dalam kriteria tingkat kemiskinan, stunting, pengangguran, kurangnya infrastruktur dasar, dan kerentanan terhadap migrasi.

Marthella Rivera Roidatua  akan menampilkan makalah berjudul “MagangIn: Alternatif Penciptaan Pasar Kerja Inklusif Disabilitas”. Dalam penelitiannya, Marthella menyoroti penyerapan tenaga kerja disabilitas di sektor formal yang masih berada di angka 0.01 persen. Sangat jauh dari kuota 1 persen yang diwajibkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

“Angka ini menggambarkan bahwa skill yang dimiliki oleh penyandang disabilitas belum cocok dengan kebutuhan pasar kerja,” tulisnya. 

Menurut Marthella, perlu ada program transisi untuk mengembangkan keterampilan penyandang disabilitas sekaligus pembuka kesadaran perusahaan dalam menyiapkan lingkungan kerja inklusif.

MagangIn (Magang-Inklusif) merupakan bentuk aksi afirmasi (affirmative action) yang dilakukan dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri yakni Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Kementerian Sosial. Sebagai tahap awal, tujuan MagangIn  merekrut tenaga kerja disabilitas untuk mengasah keterampilan penyandang disabilitas agar sesuai dengan kualifikasi yang diperlukan perusahaan. Bagaimana mekanisme dan format MagangIn ini harus diterapkan? Jawabannya akan diulas Marthela dalam diskusi di IDF 2019.

Penasaran bagaimana Zona Produksi bisa membantu menangani rawan pangan? Bagaimana perusahaan merespon kisah-kisah yang dikumpulkan Never Okay Project? Ikuti paparan Pembicara Terpilih Sub-tema 3 dan bagi ide Anda tentang #Kerjalayak #PekerjaProduktif di ajang Indonesia Development Forum 2019!


--> -->