Road to IDF 2019 CCPHI-Nestle: Menjalin Kemitraan, Memberdayakan Masyarakat Desa Guliling

July 08, 2019

Foto bersama usai acara Forum Kemitraan ke-41, “Pemberdayaan Masyarakat Terintegrasi di Desa Guliling, Mamuju: Kemitraan antara Nestlé dan Perkumpulan Migunani”.

“Melalui acara ini, kita sama-sama belajar bahwa program kemitraan berkelanjutan seharusnya bukan tentang menyelesaikan sesuatu, tetapi lebih kepada membantu masyarakat untuk siap mengembangkan diri mereka sendiri, demi masa depan  yang lebih baik,” kata Direktur Eksekutif CCPHI, Dian Rosdiana dalam Diskusi Road to IDF 2019 bertajuk Forum Kemitraan ke-41, “Pemberdayaan Masyarakat Terintegrasi di Desa Guliling, Mamuju: Kemitraan antara Nestlé dan Perkumpulan Migunani”.

Hubungan antara donor, sektor privat dengan NGO sebagai pelaksana perlu dijalin secara kekeluargaan, fleksibel, namun tetap terstruktur dalam kemitraan. Kolaborasi semacam inilah yang tergambar dalam diskusi Road to IDF 2019, bersama CCPHI dan Nestle Indonesia pada Rabu, 26 Juni 2019. CCPHI adalah organisasi non-profit yang mempromosikan dan memfasilitasi kemitraan antara perusahaan, LSM, dan pemerintah lokal untuk masyarakat yang sehat dan berkelanjutan.

Diskusi menghadirkan narasumber dari perwakilan Nestlé Indonesia dan Perkumpulan Migunani, sebuah organisasi nirlaba yang berbasis di Yogyakarta yang fokus pada penelitian dan pemberdayaan, terutama dalam mengubah pengetahuan menjadi praktik, dan pengetahuan menjadi sebuah inisiatif kebijakan. Marendra Cahya Sadikin, Partnership Building Specialist CCPHI, menjadi pemandu dalam acara Road to IDF 2019, sebagai bagian dari perhelatan Indonesia Development Forum IDF 2019 bertema “Mission Possible: Memanfaatkan Peluang Pekerjaan Masa Depan untuk Mendorong Pertumbuhan Inklusif, pada 22-23 Juli mendatang.

 

Lalu seperti apa kemitraan yang terjalin Nestlé dan Perkumpulan Migunani dalam pemberdayaan pemberdayaan masyarakat di Desa Guliling, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat?

 

Baik pihak donor Nestlé maupun NGO pelaksana Migunani mampu membangun rasa saling percaya yang kuat satu sama lain. Saling pengertian antar keduanya dapat terlihat dari keberhasilan program Integrated Community Empowerment di Desa Guliling dari tahun 2015-2017. Program tersebut berupa penyediaan akses terhadap air bersih, mengubah pola hidup masyarakat menjadi lebih sehat, peningkatan pelayanan kesehatan serta mengembangkan potensi ekonomi melalui Badan Usaha Milik Desa.

Selama 2015 – 2017 Migunani membantu Nestlé mengintegrasikan pengembangan bisnis berkelanjutan ke dalam aktivitas bisnis sehari-hari dengan melalui pendekatan menciptakan manfaat bersama. Pendekatan ini mengangkat perbaikan gizi, penyediaan air bersih, dan pembangunan pedesaan sebagai tiga fokus utama di sekitar area operasional bisnis mereka yang disebut sebagai integrated community empowerment. Kontribusi terhadap kualitas hidup para pemasok kakao diharapkan akan berdampak terhadap peningkatan kualitas bahan baku yang dihasilkan dan memenuhi standar perusahaan.

Apa hasilnya? Kolaborasi Migunani-Nestlé berhasil menyediakan akses air bersih dan sanitasi, mengubah pola hidup masyarakat Desa Guliling menjadi lebih sehat, meningkatkan pelayanan kesehatan, sekaligus mengembangkan potensi ekonomi lokal melalui pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).

Nestle menyebut pada akhir 2017, sebanyak 290 keluarga dari 329 keluarga di Desa Guliling telah menerima sarana air bersih melalui pipa sambungan rumah. Sedangkan 39 kepala keluarga yang tersisa adalah penduduk dusun teratas yang memang sudah memiliki akses air bersih.  

Pengelolaan sarana air bersih didukung penuh pemerintah desa dan dijadikan sebagai salah satu Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Pemerintah desa melalui BUMDes membantu operasional sehari-hari, berupa perawatan, perluasan jangkauan, serta menyalurkan dana sebesar Rp50 setiap tahun untuk ikut mendanai kegiatan.

Migunani mengamati, sebagian masyarakat mulai terbiasa mandi dan buang air di fasilitas sanitasi yang ada. Dengan kebiasaan baru ini, faktor kebersihan warga desa meningkat dan air sungai menjadi lebih bersih.

Gizi keluarga di Desa Guliling juga semakin membaik. Sebelum program Nestlé hadir, masyarakat menyebut mie instan sebagai lauk. Kini, anak-anak terbiasa membawa bekal yang dilengkapi dengan lauk dari rumah. Program ini menurut Nestle, membantu mengurangi pengeluaran keluarga. Karena mereka punya kebun sayur untuk konsumsi keluarga. Bahkan, ada beberapa keluarga yang mampu menjual sayur ke pasar sehingga pendapatan keluarga meningkat. Sayur juga kerap digunakan sebagai alat barter dengan pedagang keliling. 

Tantangan Berliku Pembangunan Desa Guliling

Lewat pendekatan partisipasi warga, Nestlé berharap program integrated community empowerment dapat menumbuhkan rasa kepemilikan masyarakat setempat, guna memastikan keberlangsungan program di masa datang.  Meski demikian, pelaksanaan program ini bukan tanpa tantangan. Upaya mengubah pola pikir dan kebiasaan sehari-hari masyarakat setempat kerap mendapat penolakan.

Bentuknya tidak hanya keengganan menjalankan program, tetapi juga diwarnai aksi protes. Dalam hal ini, Migunani yang menjadi pendamping masyarakat desa harus terus membangun dialog. Mereka menyesuaikan diri dengan adat dan budaya masyarakat setempat, serta melibatkan fasilitator lokal.

Tidak tersedianya data adalah tantangan lain dalam pelaksanaan program ini. Padahal data penting untuk mengukur hasil akhir program. Kemajuan dan perubahan yang didapatkan tidak dapat dituangkan ke dalam angka maupun persentase peningkatan.

Di luar tantangan program, Nestlé juga dihadapkan pada tantangan dalam adanya perbedaan pemahaman pada tahap social mapping (pemetaan sosial). Hal ini berdampak hasil yang didapatkan tidak sinambung dengan pemetaan dari mitra sebelumnya. Untuk mengatasi hal ini, Migunani memetakan ulang sehingga bantuan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan warga Desa Guliling.

Tantangan lainnya adalah kendala teknis akibat keterbatasan sinyal jaringan komunikasi di Desa Guliling. Namun hambatan ini tidak menjadi masalah bagi kedua mitra, karena adanya rasa percaya dan kekuatan jaringan lokal yang telah dibangun oleh Migunani selama program berjalan.

Kunci keberhasilan program CSV Nestlé di Desa Guliling terletak pada nilai berbeda yang ditawarkan oleh masing-masing pihak yang bermitra. Nestlé tak hanya sebatas menyalurkan dana, namun memiliki framework kerja yang jelas dan bersikap terbuka untuk setiap masukan dan pendapat.

Di sisi lain, Migunani memiliki kemampuan advokasi yang kuat di tingkat akar rumput. Kemampuan Migunani untuk melibatkan kerjasama berbagai pihak serta menumbuhkan rasa kepemilikan masyarakat terhadap program ini juga menjadi salah satu kunci keberhasilan.

Kunci keberhasilan juga terletak pada upaya masing-masing individu di kedua belah pihak untuk beradaptasi dan berkomunikasi. Langkah ini berhasil membangun rasa saling percaya. Sementara kendala teknis program dapat ditangani melalui diskusi yang sehat.

Keberhasilan kolaborasi memberdayakan masyarakat inilah yang mengemuka dalam diskusi Road to IDF 2019 ini. Dari diskusi ini juga muncul harapan agar semua pihak mampu meningkatkan fleksibilitas dalam kolaborasi. Selain itu, saat ingin memberikan program bantuan perusahaan diharapkan agar tidak hanya fokus kepada hasil. Melakukan penetrasi kepada masyarakat penerima bantuan merupakan hal yang sangat krusial dibandingkan hanya merencanakan dan merealisasikan suatu program. Forum Kemitraan #41 dihadiri oleh: 49 peserta dari sektor swasta (termasuk perusahaan, filantropi, dan media), NGO, serta lembaga-lembaga riset. Kolaborasi multipihak dan pelibatan berbagai elemen masyarakat, termasuk masyarakat desa adalah bagian dari upaya mendorong pertumbuhan inklusif di semua lini.


--> -->