Merekrut Penyandang Disabilitas: Bertumpulah pada Kemampuan, Bukan Kekurangan Mereka

July 05, 2019

Diskusi Road to IDF 2019 DEVI Speed Date: Promoting Inclusive Employment Opportunities, 25 Juni 2019 dipandu moderator CEO Kerjabilitas Rubby Emir.

Perekrutan terhadap pekerja disabilitas masih menggunakan pola pikir bahwa penyandang disabilitas akan dipekerjakan sesuai dengan jenis disabilitasnya. Hal ini disampaikan penyandang disabilitas sekaligus Project Officer Christoffel Blindenmission (CBM), Jaka Ahmad. “Sebenarnya kerja layak untuk teman disabilitas itu yang mengacu pada kemampuan mereka, bukan kekurangan mereka, seperti selama ini dilakukan kebanyakan perusahaan atau organisasi lainnya,” kata Jaka pada acara Road to IDF 2019 DEVI Speed Date: Promoting Inclusive Employment Opportunities, 25 Juni 2019.

Menurut Jaka, perekrut kerap melihat disabilitasnya dulu.

”Misalnya disabilitas netra, dia menggunakan pendengaran, cocoknya hanya operator telepon.Itu kita melupakan kemampuan dia yang lain. Ternyata,  dia bisa membuat website, menjadi IT, atau malah kemampuan strategi komunikasi. Ini yang sebenarnya harus digali dulu dari mereka,” jelas Jaka mencontohkan.

Dengan bertumpu pada kemampuan, kebijakan perekrutan ini akan mendorong perusahaan atau organisasi lainnya untuk berinvestasi mengembangkan kemampuan mereka, sehingga kontribusi pekerja disabilitas pada lembaga makin bertambah. Selanjutnya, kata Jaka, karyawan disabilitas bisa menjadi subyek dalam berbagai kegiatan organisasi. Misalnya, dengan cara melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan dan lain-lain.

Sayangnya, menurut Jaka belum banyak organisasi perekrut disabilitas yang melakukan hal tersebut. Meski demikian, kata Jaka, CBM dan banyak Disabled People’s Organizations/ DPO mengapresiasi inisiatif baik perusahaan yang mulai terbuka menerima penyandang disabilitas. Jaka tak memungkiri bahwa perusahaan atau organisasi harus banyak berdaptasi dalam memperkejakan disabilitas. Terutama terkait hal-hal teknis sarana dan prasarana.

“Ya selanjutnya, memang harus ada arahan yang tepat bagaimana harus mengembangkan pekerja disabilitas agar pada akhirnya muncul kondisi saling menguntungkan, saling membutuhkan antara pekerja dan pemberi kerja,” tambahnya. 

Dia mencontohkan untuk menggenjot produktivitas disabilitas daksa misalnya, perlu ada kebijakan kerja dari rumah.

“Misalnya, dalam sepekan tiga hari bisa dari rumah, yang penting output-nya,” tambah Jaka.

Adaptasi Tidak Harus Mahal

Adaptasi ditempuh oleh Bank Mandiri Yogyakarta yang kini mempekerjakan 23 pekerja dengan disabilitas. Asih Samihadi dari Bank Mandiri Yogyakarta menuturkan perusahaan menyediakan prasarana dan kebijakan khusus, termasuk membongkar toilet dan mengatur pekerja dengan disabilitas agar beraktivitas di lantai pertama.  Ini dianggap sebagai solusi karena pengadaan lift dinilai relatif mahal. Fasilitas lain yang juga diberikan adalah pelatihan teknis dan pelatihan peningkatan kompetensi.

“Satu tambahan yang Bank Mandiri Yogyakarta lakukan tiap akhir tahun, kita berikan modal untuk usaha seandainya mereka memutuskan untuk tidak melanjutkan bekerja bersama Bank Mandiri dan ingin membuka usaha, dan ini cukup banyak peminatnya,” tambah Asih.

Tak kalah pentingnya adalah penerimaan oleh pekerja lain.

“Sebelum mereka bergabung kita memberitahu karyawan yang ada. Satu yang saya pesankan kalau ingin berempati jangan diomongin, tapi langsung dilakukan,” tambah Asih.

Sikap spontan dan alamiah katanya penting agar karyawan disabilitas merasa setara dan tidak merasa dipandang aneh.

“Tetapi, teman-teman disabilitas ini justru juga cepat beradaptasi, meski mereka ditempatkan di lantai satu, sering juga naik ke lantai atas, disabilitas daksa ikut olahraga, dan lain-lain,” ungkapnya. 

Bagaimana dengan kinerja pekerja dengan disabilitas?

“Tidak ada perbedaan antara pekerja biasa dengan pekerja dengan disabilitas, mungkin hanya masalah speed di awal. Setelah mereka masuk, bisa menyesuaikan diri. Bahkan, ada beberapa teman disabilitas kerjanya lebih cepat dari yang lain, karena dia lebih teliti, lebih fokus. Juga berani mengatakan tidak atau nggak ketika melayani nasabah,” kata Asih.

Produktivitas karyawan dengan disabilitas yang bisa mencapai di atas rata-rata juga dijumpai Kerjabilitas, platform yang membantu penempatan kerja penyandang disabilitas. Chief Technology Officer Kerjabilitas, Teti Sianipar menceritakan kinerja karyawan disabilitas di Wikipedia Foundation.

“Dia punya staff data entry officer yang bekerja dengan cara scan, lalu memasukkan ke folder. Produktivitas pekerja tuli ini produktivitas hampir 300 persen dari pekerja biasa,” ungkap Teti.

Menurut Teti, beberapa perusahaan sudah menyadari kelebihan-kelebihan karyawan dengan disabilitas. Yang sekarang masih menjadi ketakutan perusahaan adalah penyediaan akses fisik dan hal-hal teknis yang harus disiapkan. Pemberi kerja khawatir, harus berinvestasi besar jika membuat kebijakan rekruitmen pekerja disabilitas.

Meski demikian kata Teti ada kemajuan.

Dalam dua tahun terakhir, terutama setelah event Asian Para Games, percaya nggak percaya membuat mereka paham istilah difable,” tambahnya.

Teti yakin ke depan makin banyak perusahaan memahami bahwa merekrut pekerja disabilitas tidak harus mahal.

Pendekatan untuk meningkatkan kesadaran di antara pemberi kerja untuk menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan peluang kerja yang setara menjadi salah satu fokus Road to IDF 2019, DEVI Speed Date: Promoting Inclusive Employment Opportunities. Acara ini menjadi langkah membuka perspektif kolaborasi multipihak untuk mendorong pertumbuhan inklusif yang akan dibahas dalam Indonesia Development Forum 2019 dengan tema Mission Possible:  Memanfaatkan Peluang Pekerjaan Masa Depan untuk Mendorong Pertumbuhan Inklusif pada 22-23 Juli 2019 di Balai Sidang Jakarta Convention Center. 

 

 


--> -->