Preview Road to IDF Room E: Menggali Karir Unik Perempuan dari Seniman Bipolar hingga YouTuber Tuli

May 16, 2019

Ayo daftar untuk menghadiri Road to IDF Room E sekarang!

Perempuan meski kerap kali menjumpai perlakuan tidak setara, termasuk akibat budaya patriarkal, namun sebagian mampu menunjukkan kemampuannya menjemput dan mengelola peluang. Cerita tentang para perempuan keren dan punya karir unik dengan kemampuan kepemimpinan dan pemberdayaan ini akan hadir dalam diskusi Road to Indonesia Development Forum (IDF) 2019 Jakarta yang dihelat Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bapppenas) didukung oleh Pemerintah Australia melalui Knowledge Sector Initiative pada Sabtu, 25 Mei 2019

 

Road to IDF kali ini bekerjasama dengan Rimma.co bertajuk “Room E: The Future is Us: Perempuan Juga Punya Peluang”. “E” yang dimaksud dalam “Room E” bermakna “Elevate, Equip, Evolve, Empower” (mengangkat, melengkapi, mengembangkan, memberdayakan). Diskusi ini sejalan dengan tema IDF 2019 “Mission Possible: Memanfaatkan Peluang Pekerjaan Masa Depan untuk Mendorong Pertumbuhan Inklusif”. 

Dikutip dari laman Indonesia Business Coalition for Women Empowerment, Menteri PPN / Kepala Bappenas Bambang Broedjonegoro mengatakan kemiskinan perempuan yang lebih tinggi daripada laki-laki terjadi merata, tidak terkecuali di semua provinsi. 

“Kalau kita perhatikan menurut gender, maka tingkat kemiskinan perempuan relatif lebih tinggi hampir di semua tingkatan umur,” ujar Bambang. 

Partisipasi angkatan kerja perempuan hanya 51 persen pada 2017, artinya dari semua perempuan usia produktif, hanya 51 persen yang bekerja. Sementara itu, tingkat partisipasi angkatan kerja laki-laki 82 persen.

Data McKinsey Global Institute menunjukkan angka yang sama, selama 20 tahun terakhir, konstan partisipasi angkatan kerja perempuan berada di kisaran angka 51 persen. Bahkan pada 2018, berdasarkan data Bank Dunia yang dilansir dari Katadata.co.id,  menyebut 50,7 persen perempuan Indonesia berusia 15 tahun ke atas berpartisipasi dalam angkatan kerja, baik yang bekerja atau yang mencari pekerjaan. Menurut standar internasional, angka ini termasuk rendah, jauh lebih rendah dari Kamboja yang merupakan negara dengan PDB terendah kedua di ASEAN yang justru memiliki angka partisipasi 81,2 persen. 


Berbagai cara perlu ditempuh untuk mendorong partisipasi perempuan di dunia kerja yang lebih tinggi. McKinsey Global Institute menyebut tiga langkah penting, pertama, meningkatkan jumlah perempuan dalam posisi kepemimpinan dalam bisnis. Kedua, meningkatkan perlindungan hukum bagi perempuan. Ketiga, mempercepat kemajuan pada partisipasi angkatan kerja. Penggunaan teknologi digital yang lebih luas bisa turut mendorong tiga langkah penting di atas. 

Dalam diskusi Road to IDF 2019, para perempuan inspirasional akan berbagi cerita kepada para perempuan muda lainnya yang memerlukan dukungan dalam melalui transisi awal karir dan peluang kerja masa depan yang inklusif. Peserta dan pembicara bisa berbagai gagasan, pengalaman, semangat, praktik-praktik baik dalam menggapai peluang. 

 

Selain wakil perempuan dari Bappenas, tiga perempuan keren akan menuturkan pengalamannya sebagai pembicara.  Jessica Arawinda, Project Officer 1000 Days Fund, sebuah organisasi yang bergerak untuk mengintervensi pencegahan stunting di Nusa Tenggara Timur (NTT). Melalui akun Instagram @1000_hari yang memilki lebih dari 3.000 followers, organisasi ini membahas tentang fakta stunting terkait dengan layanan kesehatan dan kualitas modal manusia. 

 

NTT menjadi fokus wilayah kerja 1000 Days Fund karena prevalansi stunting di provinsi ini masih tinggi. Dikutip dari ntt.bps.go.id, berdasarkan Riskesdas 2018, prevalensi balita stunting di NTT sebesar 42,6 persen, tertinggi dibandingkan provinsi lainnya di Indonesia. Layanan kesehatan dan kerja-kerja 1000 Days Fund penting untuk meningkatkan SDM.  Kegiatan ini selaras dengan Sub-Tema 8 IDF 2019; Meningkatkan Kualitas Modal Manusia. 

 

Hana Alfikih, seniman visual dan aktivis kesehatan jiwa ini akan hadir sebagai narasumber dalam diskusi Room E. Melalui Instagram @hanamadness yang memiliki lebih dari 20.000 followers, Hana menyebarkan pengetahuan mengenai disabilitas mental yang dialaminya, yaitu bipolar. Karya seni yang berwarna-warni menjadi media Hana untuk mengedukasi publik tentang bipolar. 

 

Karya Hana telah dipamerkan di pameran internasional di Inggris. Hana juga aktif berkampanye untuk mencegah pemasungan penyandang disabilitas mental. Bagi  penyandang disabilitas mental kata Hana, yang terpenting ialah penerimaan. Peran keluarga dan orang sekitar sangat penting dalam membantu penyembuhan. Hana menjadi inspirasi sesi seni budaya untuk pembangunan.

 

Perempuan keren berikutnya adalah Amanda Farliany, seorang model tuli pertama majalah Aneka Yess dan YouTuber dengan lebih dari 30.000 pengikut. Amanda menggunakan kampanye media sosial di YouTube dan Instagram-nya yang memiliki 9.000 followers untuk menunjukkan komunitas tuli setara dan mengajarkan bahasa isyarat lewat video. Amanda juga menyebarkan pesan “Kita Semua Setara” melalui penjualan kaos yang mendukung sosialisasi bahasa isyarat Bisindo. 

 

Masukan dari Road to IDF Jakarta ini akan dibawa ke puncak acara IDF 2019 yang akan digelar pada 22-23 Juli 2019. Rumusan dan rekomendasi dari IDF 2019 akan menjadi bahan masukan untuk menyusun strategi nasional yang komprehensif untuk penciptaan lapangan kerja 10 tahun ke depan. 

 

Yuk daftar Road to IDF Room E: The Future is Us: Perempuan Juga Punya Peluang di link ini!

 

 

 


--> -->