Meet the Leader Billy Mambrasar (CEO Kitong Bisa): Bermodal Kue dari Papua Menuju Inggris

May 13, 2019

Billy Mambrasa dalam road to IDF 2019 di Sorong

Billy Mambrasar, pemuda asal Kepulauan Yapen, Papua, berhasil membuktikan bahwa kerja keras mampu mengubah hidupnya. Dulu, tempat tinggal masa kecil Billy masih belum masuk listrik. Kini, bahkan Billy bisa berlabuh ke salah satu universitas terbaik dunia, Universitas Oxford di Inggris. Namun berbagai keberhasilan yang diraihnya tidak membuatnya lupa akan daerah asalnya. Ia merindukan semua anak-anak di Papua dapat memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dan berinovasi untuk mampu bersaing di masa depan.

Billy lahir di Yapen dari ayah yang berprofesi sebagai seorang guru honorer dan ibu tak pernah lelah membantu perekonomian keluarga dengan berjualan kue. Kondisi perekonomian keluarga yang memaksanya ikut berjualan membantu ibunya. Ternyata, langkah masa kecil itu menjadi bekal baginya untuk tetap bertahan hidup, menyelesaikan studi di universitas impiannya, dan kini menjadi inspirasi bagi anak-anak di Papua dan berbagai daerah melalui Kitong Bisa.

“Dulu saya nggak ngerti, kenapa saya harus membantu ibu jualan waktu saya masih sekolah. Tapi ternyata, dari situlah saya mulai belajar bisnis. Saya mengerti apa itu margin dan modal. Saat saya akhirnya diterima di Institut Teknologi Bandung, saya pun harus berjualan donat untuk bertahan hidup, dan saya bisa melaluinya dengan bekal itu,” ujar Billy.

Billy bercerita, masa kecil yang penuh dengan tempaan membuatnya terus bermimpi dan berusaha mengubah semuanya. Ia bersyukur memiliki orangtua yang sangat mendukungnya meraih cita-citanya. Ia mencontohkan, bagaimana sang ayah berusaha mencarikan uang dari dinas ke dinas demi membelikan Billy tiket pesawat untuk mengikuti tes masuk di ITB, Bandung, universitas impiannya, tempat presiden pertama RI Soekarno berkuliah.

Singkat cerita, ia pun diterima di Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan. Ia lulus pada 2009 dan diterima bekerja di sebuah perusahaan minyak Inggris. Pada tahun itu pula saat merasakan zona nyaman, ia merenung akan nasib anak-anak di Papua.

“Saya mencari cara bagaimana agar bisa membantu adik-adik. Saat libur kerja, saya mulai mengajari adik-adik mengenai kewirausahaan di rumah. Saat itu hanya diawali dari lima orang anak,” kata Billy.

Keprihatinan itu berdasar pada fakta tingginya angka pengangguran di Papua dan Papua Barat. Di Papua, angka pengangguran mencapai 3,96 persen, sedangkan di Papua Barat bahkan mencapai 7,52 persen. Demikian juga dengan tingginya kemiskinan di dua provinsi tersebut.

“Pengangguran tinggi di Papua terjadi karena terjadi kesenjangan antara keahlian yang dimiliki oleh lulusan di Papua dan Papua Barat dengan yang dibutuhkan oleh pemberi kerja. Ketersediaan lapangan pekerjaan di Papua juga sangat terbatas,” ungkap Billy.

Karena itu, ia menilai, pendidikan kewirausahaan merupakan jawaban untuk mengatasi permasalahan di Papua. Jiwa kewirausahaan diperlukan agar seseorang dapat bertahan hidup dengan segala daya dan potensi yang dimilikinya.

Kitong Bisa tumbuhkan jiwa wirausaha anak Papua

Billy Mambrasar memulai perubahan dengan mendirikan pusat belajar Kitong Bisa di Serui, Papua pada 2009 untuk membuka inspirasi pemuda adat Papua dan suku minoritas lainnya agar dapat keluar dari garis kemiskinan. Bermula dari Serui, Kitong Bisa meluaskan jangkauan ke penjuru Papua. Mulai 2017, penguatan ekonomi Kawasan Indonesia Timur pun dilakukan melalui Kitong Bisa Enterprise, wirausaha sosial dengan fokus pendidikan dan pemberdayaan, terutama perempuan dan pemuda.

Sambil tetap menjalankan Kitong Bisa, Billy mendapat beasiswa penuh pascasarjana di The Australian National University dan kini tengah menyelesaikan studi master keduanya dari Universitas Oxford di Inggris.

“Di Papua, masih banyak orang beranggapan, sekolah itu ya, untuk mendapat ijazah kemudian mencari kerja. Itu saja. Padahal, sekolah harus bisa menjawab kebutuhan yang lebih luas. Apalagi saat ini tantangan bagi generasi muda semakin besar. Jika kita tidak bisa menguasai teknologi dan tidak memiliki jiwa berwirausaha dan berinovasi, maka kita akan tergilas,” tutur Billy.

Melalui Kitong Bisa, anak-anak Papua diajarkan untuk memiliki jiwa kewirausahaan. Setiap anak dilihat potensinya dan diarahkan untuk memaksimalkan sehingga dapat menjualnya. Misalnya, anak yang pintar menggambar, diarahkan untuk membuat desain kaos untuk dijual menjadi suvenir. Proses pendidikan juga menggunakan bahasa pengantar Bahasa Inggris sehingga anak-anak mampu sekaligus memperlancar kemampuan Bahasa Inggris mereka sambil mendapat pelajaran kewirausahaan.

Hingga kini Kitong Bisa sudah mendidik lebih dari 600 anak di berbagai wilayah di Papua. Billy juga menyebutkan, setidaknya sudah ada 72 orang diantaranya yang sudah menjalankan bisnis mereka secara mandiri.

“Anak-anak tidak diarahkan untuk menjadi wirausaha. Mereka bisa menjadi apapun yang mereka inginkan. Namun, apapun yang mereka lakukan, jiwa wirausaha ini yang penting. Karena hanya dengan jiwa wirausaha, mereka bisa berinovasi, memiliki ide-ide yang kreatif di mana pun mereka berada atau bekerja,” ujar Billy.

Kitong Bisa memperoleh banyak dukungan dari berbagai perusahaan untuk pengembangan pusat belajar. Saat ini sudah ada 13 pusat belajar, salah satunya berada di Vietnam. Kerja sama dilakukan dengan berbagai institusi di dalam dan luar negeri untuk menambah kurikulum kewirausahaan. Pelatihan kewirausahaan juga dilakukan di banyak SMK.

“Kami berharap apa yang dilakukan Kitong Bisa ini bisa diadaptasi ke pendidikan formal, yaitu dengan memberikan pendidikan kewirausahaan yang bisa membekali siswa untuk dapat memiliki daya saing,” kata Billy.

Saksikan video Meet the Leader Billy Mambrasar di YouTube IDF!


--> -->