Meet the Leader Githa Anathasia (Pemilik Arborek Dive Shop): Si “Jawa Gila” yang Menjaga Kilau Arborek

May 13, 2019

CEO Arborek Dive Shop, Githa Anathasia membuka peluang kerja masa depan Papua melalui wisata berwawasan lingkungan.

“Mereka bilang saya orang ‘Jawa Gila’!” cetus penggiat kampung wisata Arborek, Githa Anathasia seraya tertawa menceritakan panggilan dari keluarga dan teman-teman karena semangatnya melindungi ekosistem Arborek.

Githa Evangelista Anathasia jatuh cinta dengan Arborek, salah satu gugusan pulau kecil di Raja Ampat, Papua Barat dan melabuhkan hatinya di sana. Bersama suaminya, Marsel Mambrasar, mereka bergerak memberdayakan masyarakat, membangkitkan kecintaan terhadap laut dan menjaga kelestarian lingkungan di sekitarnya melalui wisata yang berkelanjutan.

Githa yang mencintai laut dan menyelam, sejak 2011 sudah terlibat dalam program pengembangan destinasi wisata berbasis komunitas di Program Development for CEDEP (Cultural Education Development Exposure Program). Tahun 2012, perempuan asal Bekasi, Jawa Barat ini menjadi sukarelawan di Barefoot Conservation dan mulai serius terjun menggarap pengembangan wisata berkelanjutan di Arborek.

Kenapa Arborek? Githa mengungkapkan, warga di Arborek kebanyakan masih belum menyadari potensi yang mereka miliki. Kekayaan laut yang luar biasa juga belum dioptimalkan, karena karakteristik warganya yang cenderung hanya menunggu.

“Ini bisa dipahami karena keterbatasan akses, baik transportasi maupun informasi, yang mereka alami. Banyak pula pemuda yang sudah selesai berkuliah, kemudian kembali ke kampung halaman, tetapi tidak tahu mau bekerja apa atau berbuat apa,” kata Githa yang diwawancara seusai menjadi pembicara Road to IDF 2019 Sorong.

Karena itu, ia merasa terpanggil untuk bisa menolong warga memanfaatkan potensi yang ada di Arborek. Selama tiga tahun, Githa bekerja di Arborek melalui organisasi non pemerintah yang bergerak di bidang konservasi, membangun komunitas, dan mengubah pola pikir warga tentang daerah yang mereka tinggali. 

Setelah itu, ia pun memutuskan untuk tidak lagi terikat dengan organisasi tersebut, dan tetap menjalankan misinya membangun Arborek dengan membuka Arborek Dive Shop bersama suaminya, yang merupakan warga asli Arborek. Bahkan, Githa sempat menjual mobilnya saat itu untuk dapat memiliki modal. 

Hanya ada sekitar 200 penduduk di pulau itu, namun Githa “jatuh hati” dengan eratnya kekeluargaan di antara mereka. 

“Ini yang jarang sekali ditemui di mana pun,” ujar Githa.

Para suami rata-rata bekerja sebagai nelayan, dan istri mereka menunggu di rumah sambil membuat aneka kerajinan tangan khas, seperti tas noken yang dibuat dari pandan laut. Mereka kemudian didampingi untuk membuka homestay yang bisa ditinggali wisatawan. Hingga kini, ada delapan homestay yang aktif menerima kunjungan wisatawan di Arborek. Bahkan akhirnya sejak pertengahan Mei 2017, Kampung Arborek menjadi salah satu dari 51 kampung yang dialiri listrik melalui Program Papua Terang 2019 (Liputan6.com). Menurut warga Arborek, kini usaha homestay pun bisa menikmati uji coba nyala listrik 24 jam berkat panel surya dari PLN.

“Sebelumnya, memang pemerintah sudah memiliki program pengembangan wisata. Namun, pendampingan yang dilakukan tidak intens, sehingga warga tidak bisa bergerak. Setelah kami dampingi, dalam berbagai pembekalan dan pertemuan rutin, warga sedikit demi sedikit mulai mencintai laut dan menyadari potensinya, tidak hanya bisa ditangkap ikannya,” kata Githa yang memiliki sertifikasi menyelam PADI Rescue Diver.

Melindungi Kilau Arborek dari Pariwisata Massal 

Saat ini, kunjungan wisata di Arborek semakin tinggi, dan mulai banyak wisatawan lokal yang datang hanya dalam waktu singkat. Banyak agen travel saat ini menjual paket wisata singkat dan murah ke Raja Ampat hanya dalam waktu dua hingga tiga hari selama akhir pekan. Akibatnya, kunjungan meningkat, tetapi menimbulkan masalah baru. Bahkan, Pemerintah Kabupaten Raja Ampat pada 2018 melarang kapal penumpang dan kapal wisata besar bersandar ke Arborek karena akan merusak terumbu karang dan biota laut (Detik.com). 

“Raja Ampat ini seharusnya tetap menjadi wisata minat khusus, sehingga mereka yang datang tidak hanya sesaat. Mereka juga sudah memiliki latar belakang pengetahuan mengenai Raja Ampat, sehingga mengetahui apa yang harus dilakukan untuk menjaganya,” tutur Githa. 

Saat ini, karena peningkatan pariwisata massal, warga pun merasa tidak nyaman. Salah satu akibat yang ditimbulkan adalah masalah sampah yang dibawa oleh para wisatawan. Selain itu, karena waktu yang sangat singkat, wisatawan tidak bisa melebur dengan warga setempat, tidak mengetahui budaya yang ada. 

Ketika membeli noken buatan mama-mama, misalnya, banyak wisatawan lokal yang masih menawar harga. Padahal pembuatan noken sangat sulit dan membutuhkan waktu lama. Pandan laut harus dikeringkan terlebih dulu, setelah itu direndam dengan pewarna alami. Proses perendaman ini membutuhkan waktu hingga empat bulan. Noken dijual berkisar Rp 250.000 per buah, dan masih ditawar. 

“Banyak yang tidak mengetahui sulitnya membuat noken. Itu karena mereka datang bukan dengan minat khusus, sehingga menganggap Raja Ampat sama seperti tempat wisata lainnya, padahal sangat berbeda,” ungkap Githa.

Saat ini, Githa dan suaminya telah mempekerjakan 12 orang warga asli Raja Ampat di dive shop mereka. Mereka menjadi pemandu bagi para wisatawan yang ingin menyelam dan menikmati keindahan bawah laut Arborek yang khas dengan Pari Manta.

Berdasarkan penelitian dari Australian Institute of Marine Science (AIMS), Raja Ampat dinobatkan sebagai lokasi dengan jumlah jenis karang dalam satu kawasan terbanyak di dunia dengan 540 jenis (Mongabay.co.id). Berada di kawasan pusat keragaman biota terumbu karang di dunia atau Coral Triangle Initiative (CTI), Arborek Dive Shop menjalankan program kesehatan terumbu karang melalui kontrol predator pemakan karang Crown of Thorn (CoT). 

Data BPS Kabupaten Raja Ampat menunjukkan peningkatan wisatawan mancanegara, dari 12.968 orang pada 2016 menjadi 18.255 orang pada 2017. Sebagai destinasi wisata dunia, Arborek Dive Shop mengembangkan keterampilan masyarakat lokal dengan kelas bahasa Inggris bagi anak-anak dan pelaku usaha.

Githa berharap, ke depan warga Arborek dapat terus memaksimalkan potensi yang ada, dan menjaganya agar tetap lestari. Ia juga berharap pemerintah semakin tegas dalam menjaga kelestarian lingkungan di Raja Ampat dengan membatasi kunjungan hanya untuk wisata minat khusus. Termasuk wisatawan yang harus membayar biaya konservasi sebesar Rp 500.000 per orang untuk wisatawan lokal dan Rp 1 juta untuk wisatawan asing. Biaya ini akan digunakan kembali untuk menjaga kelestarian alam di Raja Ampat.

Selain itu, budaya warga setempat juga perlu terus diangkat dan dipromosikan. Keindahan Raja Ampat tidak hanya dari sisi pemandangan di atas maupun di bawah laut. Raja Ampat juga memiliki budaya dan kearifan lokal yang sangat menarik. 

Apa yang dilakukan Githa bersama suaminya di Arborek merupakan salah satu upaya dalam menciptakan peluang kerja masa depan yang inklusif. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) didukung oleh Pemerintah Australia melalui Knowledge Sector Initiative mengadakan Indonesia Development Forum 2019 pada 22-23 Juli 2019 untuk menggali ide Mengembangkan Talenta dan Pasal Lokal. IDF 2019 ingin menginspirasi bagaimana menciptakan lapangan pekerjaan di Indonesia secara kreatif. 

Saksikan video Meet the Leader Githa Anathasia di YouTube IDF


--> -->