Road to IDF Bogor: Ciptakan Peluang Kerja Masa Depan, Pemerintah Perlu Kebijakan Inklusif

May 07, 2019

Direktur Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Bappenas RI, Mahatmi Parwitasari Saronto berbicara pada Seminar Internasional "Future Skill and Future Job: Development of Human Capital in Indonesia" bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor (Dok. IPB University)

“Revolusi digital membutuhkan penyikapan yang berbeda bagi negara maju maupun berkembang. Kami menyimpulkan pemerintah perlu kebijakan yang terintegrasi antara pekerjaan, pendidikan, dan jaminan sosial,” kata Christopher Findlay, pakar ekonomi dari University of Adelaide, saat mengisi seminar internasional “Future Skill and Future Job: Development of Human Capital in Indonesia” pada 25 April 2019 di Bogor. 

 

Seminar ini diselenggarakan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) dan bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor sebagai rangkaian pelaksanaan Road to Indonesia Development Forum (IDF) 2019, berusaha menjawab tantangan pekerjaan di era Revolusi Industri 4.0.

 

Berdasarkan hasil laporan State of the Region 2018 untuk Asia Pasifik, Findlay menyarankan Pemerintah Indonesia menyusun kebijakan nasional yang tepat dan terintegrasi serta melindungi kelompok rentan. Pemerintah perlu mengidentifikasi tiga lembaga inti yang perlu dilibatkan dalam menghadapi tantangan transformasi digital yakni lembaga tenaga kerja, pendidikan, dan jaminan sosial. 

 

Masing-masing dari tiga lembaga ini mempunyai fokus khusus untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia. Findlay mengatakan lembaga pendidikan dan pelatihan perlu memberikan keterampilan baru di bidang digital guna mengantispasi perubahan teknologi di tempat kerja. 

 

Lembaga yang berkaitan dengan tenaga kerja mesti memastikan tenaga terampil tersalurkan ke lapangan pekerjaan. Sementara lembaga yang berkaitan dengan jaminan sosial mesti menjamin kebijakan yang inklusif dan tidak ada satu pun kelompok yang tertinggal. Kesetaraan, efisiensi, dan etika mesti diperhatikan oleh pemerintah dalam merumuskan kebijakan nasional. 

 

Solusi lain menciptakan peluang kerja di industri 4.0 disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Dewan Kerjasama Ekonomi Pasifik (Pacific Economic Cooperation Council) Eduardo Pedrosa.  Dia menyarankan agar pemerintah di negara Asia untuk mengidentifikasi pekerjaan yang akan muncul dan menghilang seiring dengan Revolusi Industri 4.0. 

 

“Reformasi struktural itu penting, tetapi pemerintah suatu negara perlu fokus: apa yang menjadi prioritas?” kata  Pedrosa. 

 

Salah satu saran Pedrosa ialah pelibatan pengusaha dan swasta untuk memperbaiki kurikulum pendidikan. Dia juga menyarankan kerja sama regional untuk berbagi praktik baik mengenai solusi ketenagakerjaan yang bisa diterapkan di wilayah masing-masing.

 

Berdasarkan prediksi World Economic Forum, terdapat perubahan lapangan pekerjaan di dunia pada tahun 2020.  Sebanyak 133 juta lapangan pekerjaan baru akan muncul sedangkan 75 juta  pekerjaan lama akan menghilang. 

 

Sepuluh pekerjaan yang perlahan mulai menghilang adalah: pegawai entri data, petugas akuntansi, pembukuan dan penggajian, sekretaris administrasi dan eksekutif, pekerja pabrik dan rakitan, pekerja layanan informasi pelanggan, manajer bisnis dan administrasi, akuntan dan auditor, petugas pencatat barang keluar masuk dan pergudangan, manajer umum dan operasional, dan petugas layanan pos. 

 

Human Capital Senior Advisor PT Telkom Yudith Dwi Anggraeni menyebutkan lapangan pekerjaan yang akan berkembang di  era industri digital. Pekerjaan yang muncul di masa depan berkaitan dengan robot atau otomatisasi, analisis data, kelincahan atau mobilitas perusahaan, penghubung masyarakat, ruang penyimpanan dan keamanan, ekonomi berbagi, jasa keuangan, e-commerce, konten periklanan, dan konektivitas. Karena itulah, tenaga kerja perlu menguasai keahlian yang berkaitan dengan bidang-bidang tersebut. 

 

“Selain itu, mendigitalkan kegiatan kerja karyawan juga memperkuat  budaya perusahaan dan meningkatkan produktivitas,” ujar Yudith.

 

Masukan dari Yudith dan pakar lain inilah yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk menghadapi tantangan Revolusi Industri 4.0 dan perubahan lapangan kerja masa depan. Sejalan dengan hal tersebut, Bappenas mengelar IDF 2019 dengan tema besar “Mission Possible: Memanfaatkan Peluang Pekerjaan Masa Depan untuk Mendorong Pertumbuhan Inklusif”.

 

Tema tahun ini diambil mengingat semakin dekatnya Indonesia dengan peluang sekaligus tantangan bonus demografi. Pemerintah memproyeksikan pada tahun 2030 mendatang, struktur populasi Indonesia akan didominasi oleh penduduk usia produktif yang akan mencapai 68 persen dari total keseluruhan penduduk Indonesia. 

 

Ini artinya, pemerintah dan masyarakat harus bergiat dari sekarang dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan pembangunan ekonomi yang mampu menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan yang produktif di masa mendatang. Rumusan dan rekomendasi dari IDF 2019 akan menjadi bahan masukan untuk menyusun strategi nasional yang komprehensif untuk penciptaan lapangan kerja 10 tahun ke depan.

 

IDF 2019 melibatkan praktisi pembangunan, akademisi, peneliti, pelaku usaha, pemerintah, dan masyarakat untuk menyampaikan ide atau gagasan inovatifnya terkait isu-isu pembangunan melalui Call for Submission. Didukung oleh Pemerintah Australia melalui Knowledge Sector Initiative, IDF akan digelar pada 22-23 Juli 2019 di Jakarta.**

 


--> -->