Topang Sektor Konstruksi, Kemenperin Dukung Circular Economy Produk Slag Baja

April 20, 2021

JAKARTA - Dalam upaya memenuhi kebutuhan bahan tambahan bagi industri semen dan konstruksi, Kementerian Perindustrian mendorong pengembangan konsep circular economy pada produk slag baja.

Pada masa pandemi Covid-19, permintaan slag baja pasar luar negeri justru meningkat hingga awal 2021. Menurut Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin Doddy Rahadi, hal ini terjadi seiring dengan berjalannya kegiatan konstruksi. “Oleh karena itu, produk ini perlu dimanfaatkan secara optimal, salah satunya bagi penopang aktivitas industri semen dalam memacu pembangunan konstruksi di dalam negeri,” kata Doddy dalam keterangan tertulis pada Jumat (26/3).

Kemenperin memberikan apresiasi kepada PT. Krakatau Semen Indonesia (KSI), yang merupakan perusahaan patungan PT. Krakatau Steel Tbk. dan PT. Semen Indonesia Tbk, mengolah granulated blast furnace slag menjadi ground granulated blast furnace slag (GGBFS). Adapun kapasitas produksi sebesar 690.000 ton per tahun.

Pangsa pasar utama KSI adalah Singapura dengan volume ekspor sebesar 350.000 ton per tahun. Selain itu, saat ini perusahaan BUMN tersebut mulai merambah ekspor ke beberapa negara lain. “Produk tersebut dimanfaatkan sebagai supplementary cementitious material (SCM) atau material pengganti semen yang ditujukan untuk meningkatkan kekuatan dan durabilitas beton sehingga bisa digunakan untuk konstruksi khusus,” ungkap Doddy.

Kemenperin juga mendukung KSI untuk terus meningkatkan pasar dalam negeri. “Saat ini pasar domestik terbesar adalah industri semen dan konstruksi yang memanfaatkan GGBFS sebagai bahan tambahan produksi semen portland slag,” imbuhnya.

Beberapa waktu lalu, Kepala BSKJI menyerahkan Sertifikasi Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia (SPPT SNI) kepada KSI. Tujuannya untuk melakukan pengembangan dan pemberdayaan industri di dalam negeri.

Kemenperin turut mengupayakan agar produk slag baja dapat dipasarkan dalam bentuk curah maupun kemasan kantong melalui Sertifikasi Produk SNI. Hal ini untuk menjawab kekhawatiran pelaku industri konstruksi dalam negeri selama ini terkait dengan peraturan mengenai limbah B3, yang menyatakan bahwa perlunya izin terlebih dahulu sebelum memanfaatkan produk slag tersebut.

“Dengan adanya SPPT SNI, maka produk tersebut bisa diperjualbelikan dengan mudah di pasaran dan dapat dimanfaatkan oleh dunia konstruksi secara luas,” jelas Kepala B4T Bandung, Wibowo Dwi Hartoto.

Upaya peningkatan pangsa pasar dalam negeri, lanjut Wibowo, perlu ditingkatkan melalui inovasi terhadap produk slag baja tersebut. “B4T siap menjadi jembatan penghubung bagi dunia konstruksi lokal agar dapat menyerap produk tersebut melalui kegiatan-kegiatan inovasi,” imbuhnya.

B4T juga menyediakan fasilitas laboratorium pengujian yang dapat diakses untuk menunjang produksi ataupun pemecahan masalah di industri. Kemenperin berharap bahwa produk slag ini nantinya dapat dimanfaatkan secara luas di pasar domestik.


--> -->