Selama Pandemi, Tiga Sektor Industri Indonesia Tumbuh Positif

February 15, 2021

Menteri PPN/ Bappenas Suharso Monoarfa dalam Konferensi Pers Kementerian PPN/Bappenas bertemakan "Perkembangan Ekonomi Indonesia: Optimisme dengan Kerja Cerdas, Lekas, dan Tuntas" pada Senin (9/2).

JAKARTA - Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2020 mengalami kontraksi sebesar 2,07 persen. Realisasi pertumbuhan ekonomi 2020 ini mendekati proyeksi Kementerian PPN/Bappenas yaitu kontraksi sebesar 2 persen sesuai dengan dokumen Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2021.

Kontraksi akibat pandemi ini merupakan pertama kalinya terjadi setelah krisis moneter yang dialami Indonesia pada 1998. Dibandingkan negara lain, kontraksi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih relatif minimal. Selain China, Taiwan, dan Vietnam yang tumbuh positif pada 2020, negara lain masih mengalami kontraksi yang cukup dalam, di antaranya Amerika Serikat terkontraksi 2,5%, Hong Kong mengalami kontraksi 3%, dan Filipina terkontraksi 8,4%. 

Menurut Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, di tengah pandemi, konsumsi secara keseluruhan mengalami tekanan, tetapi belanja perlengkapan rumah tangga, kesehatan, dan pendidikan masih tumbuh positif karena masyarakat masih mengedepankan kesehatan dan pendidikan.

"Kondisi pandemi menyebabkan akselerasi pertumbuhan pada sektor jasa kesehatan, industri farmasi, dan informasi komunikasi," kata Menteri Suharso dalam Konferensi Pers Kementerian PPN/Bappenas bertemakan "Perkembangan Ekonomi Indonesia: Optimisme dengan Kerja Cerdas, Lekas, dan Tuntas" pada Senin (9/2). 

Pada 2020, sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial tercatat mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 11,6 persen. Diikuti dengan industri kimia, farmasi dan obat tradisional bertumbuh sebesar 9,39 persen, hal ini dipicu karena peningkatan permintaan terhadap sabun, hand sanitizer, disinfektan, serta peningkatan produksi obat-obatan, multivitamin, dan suplemen makanan.

Sementara itu, sektor informasi dan komunikasi tumbuh positif sebesar 10,58 persen, didukung kebutuhan masyarakat terhadap media digital selama pandemi Covid-19, seperti sekolah secara daring, perusahaan/kantor mulai banyak menerapkan work from home, dan e-commerce. "Pandemi mengubah tren kehidupan menuju less-contact economy, namun tetap produktif," tutur Menteri Suharso.

Pandemi juga meningkatkan awareness masyarakat dengan melakukan pencegahan dan memilih gaya hidup yang sehat sebagai solusi. Wajar saja berdasarkan data World Trade Organisation (WTO), permintaan dunia untuk produk medis meningkat drastis yaitu sekitar 31 persen pada 2020.

Selain itu, pembatasan sosial juga mendorong semua aktivitas dilakukan secara virtual sehingga perkembangan digitalisasi sangat pesat. Dalam menghadapi krisis ini, perusahaan berusaha beradaptasi dengan melakukan jual beli barang secara elektronik (e-commerce). Hasil survei Bank Dunia dan Bappenas (Oktober, 2020) sebagian besar perusahaan melakukan upaya digitalisasi (internet, media sosial, maupun platform digital) untuk bertahan di masa pandemi.

Di dunia, perkembangan e-commerce juga semakin besar dan diperkirakan akan terus meningkat sampai tahun 2023. Menurut Statista, perkiraan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan penjualan e-commerce (Compound Annual Growth Rate-CAGR) di Indonesia tahun 2020-2024 sebesar 15,4%. Tahun 2020 Indonesia mencatat transaksi e-commerce mencapai Rp 266,3 Triliun.

Tahun 2021, sasaran pertumbuhan ekonomi Indonesia pada angka 4,5-5,5%. Menurut Menteri Suharso target ini bisa tercapai dengan kerja keras dan kolaborasi dari berbagai pihak. "Keberhasilan penanganan kesehatan akan mendorong pemulihan ekonomi yang lebih cepat," katanya.


--> -->