Workshop Policy Lab for Sustainable Procurement 3 RIDF 2021: Identifikasi Potensi Solusi Kebijakan untuk UMKM

October 07, 2021

JAKARTA – Kondisi pandemi Covid-19 mendorong kabupaten untuk cepat beradaptasi, khususnya dalam penguatan pengadaan barang dan jasa lokal, namun tetapi dengan mempertimbangkan aspek lingkungan dan sosial. Salah satu upaya yang dilakukan  mendukung pengadaan publik berkelanjutan serta memanfaatkan potensi yang dimiliki UMKM.

“Pengadaan publik juga memiliki fungsi untuk membantu stabilitas UMKM yang berkembang dengan meningkatkan jumlah transaksi dan produk yang dimiliki,” kata Kepala Divisi Humas Sekretariat Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) Mirza Fichri dalam Workshop Policy Lab for Sustainable Procurement (PLSP) Road to Indonesia Development Forum (RIDF) 2021, yang diselenggarakan Kamis (7/10). 

Belajar dari New Zealand (NZ), Business Development Professional New Zealand Expertise Wini Rizkiningayu mengatakan pengadaan publik pemerintah NZ merupakan salah satu sektor yang lukratif dan bernilai besar. Pemerintah pusat NZ melakukan belanja publik NZD 14-20 miliar per tahun. Disamping itu, belanja pemerintah lokal atau pemda mereka sebesar NZD 5.6 miliar per tahun. Jadi, procurement pemerintah menjadi bisnis yang besar dengan jumlah berkisar NZD 25 miliar per tahun. 

Alasan pemerintah NZ sangat fokus ke pengadaan keberlanjutan, pertama, agar punya economic viability untuk jangka panjang, dimana dengan sistem pengadaan yang baik dan sustainable dapat mendukung bisnis untuk berkembang. Kedua, kesadaran akan efek terhadap lingkungan dan mengurangi limbah dan sampah. 

“Tujuannya procurement di NZ ini sebenarnya menaikkan akses dari UKM ke pengadaan pemerintah dengan jumlah belanja yang besar. Apabila framework kebijakan kita jelas maka bisnis-bisnis akan terdorong untuk mengikuti framework tersebut agar bisa berpartisipasi di proses lelang. Kalau kita bicara di sektor konstruksi, ini juga menaikkan size dan skill level untuk meng-improve kondisi kerja di NZ. Terakhir, hal ini mendukung transisi ke net zero emission ekonomi yang kami canangkan pada 2050,” tutur Winny.

Sementara itu, menurut Forest Policy & Governance Manager Multi Stakeholders Forestry Program 4 Iwan Wibisono saat ini fokus Indonesia meningkatkan ekspor, tetapi pasar domestik masih mengalami tantangan dengan masuknya produk luar negeri terutama dari China khususnya industri mebel atau furnitur. “Produk mebel domestik harusnya jadi tuan rumah di negara. Dari sisi demand-nya perlu kita dorong uji coba pelatihan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan soal kriteria sertifikat pada pengadaan barang, meskipun dari sisi regulasi tidak boleh ada diskriminasi,” jelas Iwan.

Selain itu, Iwan juga mengatakan saat ini lembaganya menghadapi tantangan dalam pengumpulan data. “Kita sedang lakukan menyempurnakan database penyedia barang dari umkm yang tersertifikasi. Kita mempunyai banyak datanya dari lembaga surveyor, tapi masih ada keraguan dari UMKM untuk memberikan data dan UMKM mempertanyakan apakah benar-benar akan dibantu dalam proses mendapatkan konsumen baru sehingga kita perlu memicu proses jual dan beli sehingga bisa menjawab pertanyaan UMKM,” kata Iwan.  

Workshop PLSP yang berlangsung selama tiga hari ini, yakni 5-7 Oktober 2021, dihadiri kementerian/lembaga dan pemerintah daerah menawarkan kesempatan bagi pemangku kepentingan ekosistem utama untuk berkontribusi pada penetapan agenda kebijakan, meningkatkan implementasi kebijakan, dan membuat rekomendasi untuk meningkatkan penargetan kebijakan. Kolaborasi lintas kelompok pemangku kepentingan, meliputi praktisi kebijakan hingga organisasi pendukung UMKM dan UKM, sangat penting untuk bersama-sama membentuk lanskap kebijakan Indonesia dan menciptakan iklim kebijakan yang kondusif dan suportif bagi UMKM.  

Workshop PLSP juga bertujuan untuk mengidentifikasi tantangan pada kebijakan yang berhubungan dengan UMKM eco-inclusive hingga mengembangkan prototipe solusi dari tantangan yang dihadapi.  Program ini diharapkan mampu melahirkan rekomendasi strategis dan pola implementasi yang dapat digunakan pembuat kebijakan, baik nasional maupun regional, sebagai pedoman untuk pengembangan dan pertumbuhan UMKM yang berkelanjutan.


--> -->