• M Sena Luphdika
    M Sena Luphdika
    An erudite, bookworm, and social economic empowerment benefactor.
Ideas

Koperasi Pengelola Dana Abadi dari Kekayaan Alam Papua

2018

SDA Melimpah, Tapi Kenapa Tak Maju-maju?

Papua memiliki sumber daya alam (SDA) yang berlimpah, mulai dari tambang, hutan, hingga alam yang indah untuk pariwisata. Namun, berlimpahnya SDA ini belum berbanding lurus dengan kesejahteraan masyarakatnya. Demi memajukan Papua, tiap tahun pemerintah pusat memberikan puluhan triliun anggaran khusus dalam berbagai bentuk. Tetapi sayangnya anggaran yang besar tersebut masih belum memberikan dampak yang signifikan.

Dua dari sekian banyak penyebab lambatnya kemajuan Papua adalah a) Rendahnya partisipasi langsung warga Papua dalam menentukan kebijakan pembangunan dan b) Belum dikelolanya pemasukan dari Dana Bagi Hasil (DBH) eksploitasi SDA dengan perspektif jangka panjang.

Dalam hal partisipasi, keberhasilan pembangunan di Papua tentu akan lebih tinggi jika banyak melibatkan warganya secara langsung. Hingga kini, program pembangunan di Papua masih banyak yang direncanakan dari pusat. Kalau pun ada perencanaan secara lokal, hal tersebut masih bertumpu pada pemerintah daerah. Kurangnya keterlibatan langsung masyarakat akan memperbesar kemungkinan program yang dilakukan tidak relevan dengan situasi lapangan.

Pemasukan dari DBH SDA juga belum dipikirkan manfaat jangka panjangnya. Setiap tahun DBH ini langsung keluar sebagai belanja tahunan dalam APBD. Kalau dana ini hanya lewat begitu saja, kapan pendapatan daerah Papua bisa digunakan untuk hal-hal yang bersifat jangka panjang? Diperlukan suatu badan yang mampu mengelola pendapatan asli daerah hingga bisa menjadi kekayaan bersama warga Papua secara nyata, tidak hanya milik pemerintah yang sedang memimpin ataupun segelintir orang.

Papua Sovereign Wealth Fund

Salah satu solusi untuk menyelesaikan masalah di atas adalah dengan membangun sebuah lembaga pengelola dana abadi dari pendapatan SDA Papua. Pengelola dana abadi semacam ini sering disebut sebagai Sovereign Wealth Fund (SWF). SWF adalah sebuah lembaga investasi yang dimiliki oleh negara ataupun daerah dengan tujuan jangka panjang berupa kesejahteraan masyarakatnya.

SWF sudah dilaksanakan di negara dan daerah dengan SDA yang kaya, seperti Norwegia, Alaska, Alberta, Timor-Leste, dan banyak negara Arab. Negara dan daerah tersebut di atas sadar bahwa kekayaan yang bersumber dari SDA tidak akan bertahan lama jika tidak dikelola dengan baik. SWF mereka bentuk demi mengelola dana abadi yang bersumber dari pemasukan SDA untuk kepentingan masyarakat umum dalam jangka panjang.

Kenapa SWF Papua harus Koperasi?

Mayoritas SWF yang ada di dunia pada umumnya berbentuk BUMN atau BUMD. Tetapi saya menyarankan SWF Papua ini berbentuk koperasi, di mana anggotanya adalah seluruh warga Papua. Artinya, warga Papua menjadi pemilik yang sah terhadap dana abadi ini dan memiliki wewenang untuk ikut terlibat dalam pengaturannya.

Dengan berbadan hukum koperasi, lembaga ini akan menjadi realisasi nyata dari semangat ekonomi Indonesia yang sejati, yaitu Pasal 33 UUD 1945. Ditambah lagi, dengan format koperasi, setiap warga Papua memiliki hak yang formal dan legal untuk menyampaikan aspirasinya pada Rapat Anggota Tahunan. Pihak pengurus dan pengelola dana tidak akan bisa sewenang-wenang karena kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat Papua.

Jika tidak dibentuk dalam format koperasi, maka lembaga ini memiliki celah yang besar untuk diselewengkan. Lembaga ini akan mudah tergoyahkan dengan kepentingan politik ataupun golongan tertentu. Dengan besarnya dana yang dikelola, lembaga ini akan menjadi incaran empuk dari para pihak yang rakus. Kalau bukan dalam bentuk koperasi, tujuan utamanya untuk menyejahterakan seluruh warga Papua tentu akan sulit tercapai.

Karena koperasi ini dimiliki bersama oleh warga Papua, tentu investasi yang dilakukan nantinya bisa lebih tepat sasaran. Dengan begini, kekayaan bersama warga Papua dalam bentuk SDA tidak akan menjadi “kutukan” yang membawa penderitaan, namun justru memberikan kesejahteraan yang sejati. Ketimpangan Papua dengan bagian lain Indonesia pun akan berkurang. Jarak antara Indonesia Timur dan Barat akan mengecil.

Membangun Papua memang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Ini adalah dampak dari kurangnya perhatian pemerintahan Indonesia selama bertahun-tahun ke belakang. Ketertinggalan ini memang menjadi tanggung jawab dari pemerintah pusat, sebagai koordinator sentral. Namun, dengan otonomi khusus yang Papua miliki, alangkah lebih baiknya jika masyarakat Papua dilibatkan secara langsung dalam mengembangkan daerahnya. Biar rakyat mandiri dan membangun kesejahteraannya dengan apa yang ia miliki sendiri. Inilah yang ingin diwujudkan dengan KPDAP.


Komentar
--> -->